Belakangan ini saya sedang menikmati me time dengan menonton drakor. Sebagai yang "picky drakor" ga semua tuh drakor saya tonton. Beberapa pertimbangan yang saya tentukan dimulai dari visual pemainnya *iyess..ini harus yah namanya buat me time biar refresh jadi kudu lihat yang fresh juga 😂*, lalu setelah melihat visualnya oke lanjut tema ceritanya.
Sejak awal tahun 2025 ini, saya tertarik dengan salah satu drakor berjudul "Study Group", please temans menurut saya pribadi, visual pemain di drakor ini alamakkkk ga ada yang gagal huaahahah (ketawa dengan nada dering).
Ceritanya tuh seputar anak sekolah bernama Yoon Ga Min yang punya semangat tinggi buat belajar! bayangin ditengah hingar bingar anak-anak di sekulahnya yang kerjaan berantem mulu *wong anak STM*. Eh dia malah pengen belajar cari teman yang bisa bantu dia biar belajar dan tujuannya buat masuk Universitas.
Oke...dengan keinginan yang super duper muliyah sekali ini, tentu saja Yoon Ga Min kesulitan. Namun untungnya ia didukung salah satu gurunya Ibu Guru Lee Han Kyeong yang ternyata dulunya sempat menjadi guru private Yoon Ga Min. Over all, 10 episode penayangannya cukup membuat saya jatuh hati dengan ceritanya.
Lalu....yang menjadi minat saya untuk bahas kali ini justru bukan Yoon Ga Min-nya tapi malah tertarik membahas Ibu Guru Lee Han Kyeong kerap disapa dengan Ibu Lee! Apa ga kena mental tuh kerja di lingkungan yang toxic?

Fenomena Bekerja di Lingkungan Toxic
Temans pernah ga nih merasakan pengalaman seperti yang dialami Bu Guru Lee, dalam cerita drakor tersebut, digambarkan jika lingkungan tempat bekerja Bu Guru tuh ya dibilang toxic level maksimal.
Lingkungan sekolah brutal, weslah yah siswanya di STM itu udah bikin istigfar yah kalau saya liat. Ga ada keinginan belajar, kali pertama Bu Guru perkenalan diri aja ada siswanya yang tidur, ada yang lemparin es teh ke Ibu Guru *ebuseng deh* kalau saya ga bisa semanis Bu Lee tetap anggun paripurna udah pasti ngamuk kesurupan kuda lumping 😤.
Selain lingkungan siswa yang demikian kondisinya, ternyata gurunya yang lain juga demikian khususnya kepala sekolahnya alias atasannya. Kebayang ga sih lingkungan kerja yang begini? minimal ada satu yang waras eh punya atasannya juga malah sama ga warasnya.
In real life...banyak juga lingkungan kerja ga hanya atasan yang otoriter, sesama rekan kerja juga pada sikut-sikutan, bukannya bangun tim malah saling jatuhkan yang penting selamat sendiri. Edan ga sih berada di lingkungan yang parah?
Baca yang ini juga: Cara Mengahadapi Rekan Kerja Menyebalkan
Aduh...aduh...kebayang mental load dan mental health bagi karyawan yang berada dalam situasi lingkungan kerja yang toxic, huhuhu...
Back to Bu Guru Lee, dengan membawa satu misi perdamaian muliyah, Bu Guru cantik yang satu ini justru bertahan dan yakin dengan misinya untuk membuat anak-anak berubah! Mendengar tekadnya kepala sekolah pun memberikan challenge untuknya.
Kira-kira nih temans, jika ada diposisi Bu Guru Lee mending melawan dan bertahan atau sudahlah tinggalkan saja?
Menjadi Agen Perubahan di Lingkungan Kerja yang Toxic
Apakah lingkungan kerja toxic bisa berubah? jawabannya ada di ujung langit BISA KOK ga ada tuh kata mustahil tapi.......butuh waktu!
Waktu saja tidak cukup tapi butuh AGEN PERUBAHAN *ceilah kayak pahlawan aja dah* iya beneran kalau bahasa keren dengan bahasa inggrisnya mah "agent of change".
Jadi agen perubahan tuh apa mesti jadi atasan atau pemimpin? ENGGAK *speak louder* yang jelas kalau mau jadi agen perubahan yang penting itu PEDULI!.
Jika tidak ada kepedulian dalam diri maka wes sudahlah berakhir aja deh yah semua harap dan cita-cita luhur!
Mari kita bedah bagaimana Bu Guru Lee sebagai Agen Perubahan!
Dimulai bagaimana ia menyingkirkan tong besar berisi puntung rokok, ia pindah-pindahin dengan harapan agar tidak ada siswa yang merokok *wong memang di lingkungan pendidikan kan memang tidak boleh merokok*. Saat ia sendiri bersusah payah pindahkan tong besar lalu ada satu siswa yang peduli dan membantunya.
See...sebenarnya tuh hati manusia mudah terenyuh ga bakalan sekeras baja pasti ada sisi human-nya lah melihat orang yang peduli lingkungan maka akan semangat juga untuk peduli.
Dan di kehidupan nyata, fenomena saat ini juga saya melihat Gubernur Jawa Barat terpilih tahun ini Kang Dedi Mulyadi (KDM) mau nyemplung ke sungai bersihin sampah-sampah, turun langsung melihat lingkungan dan memberikan tindakan. Hal ini semoga bisa menginspirasi ga hanya para pejabat tapi juga warganya untuk jaga lingkungan.

Sayangnya tindakan-tindakan seseorang sebagai agen perubahan untuk melawan lingkungan toxic biasanya timbul pro kontra. Bagi yang kontra, dibilang pencitraan dan omongan kurang enak sementara bagi yang pro justru ini titik awal bisa berubah.
Aksi Bu Lee dan KDM sebenarnya dibutuhkan banget loh agar orang-orang tuh bereaksi untuk melawan budaya yang salah bukan diam saja.
Melawan lingkungan toxic sendiri ga hanya lewat tindakan tapi juga harus BERANI SPEAK Up ! Bu Lee juga berani ungkap dan mengusulkan siswa yang berpengaruh besar di sekolah karena tindakan kriminalnya sebut saja Pi Han Wool *Jang kamu teh kasep naha meni badung*.
Pendekatan dan cara cerdas Bu Lee menjadi inspirasi banget jika ada nih temans yang berada dalam lingkungan kerja toxic untuk melawan dan mulai menciptakan lingkungan kerja yang positif.
Meninggalkan Lingkungan Kerja Toxic: Sayangi Diri?
Alah itu kan cuma cerita doang di film, nyatanya emang ada yang seberani Bu Lee? yang ada kalau ga dipecat, disantet diem-diem, dibunuh sianida. *huahhhh mengerikan*.
Yes...kita hidup di lingkungan yang masih kental dunia klinik. Kamu ga suka, kamu iri sama orang, jalan yang ditempuh bisa dengan politik adu domba atau parahnya bersekutu dengan iblis untuk santet. Innalilahi...
Saya pribadi sejujurnya jika diberikan opsi antara Lawan atau Tinggalkan? bimbang bin galau. Satu sisi pengen loh saya bisa seberani Bu Lee tumpas semua yang salah. Tapi nyatanya tak mudah, alih-alih berani yang ada dijegal.
Idih...si najis sok iyeh banget..ðŸ˜
Demikian komentar orang-orang yang ada di lingkungan toxic, memang butuh orang satu frekuensi buat mengubah karena berat banget kalau sendirian. Bu Lee sendiri di film kan dibantu Yoon Ga Min dan temannya. Kalau sendirian? nasibnya sama seperti ibunya ditusuk ges ditusuk!.
Maka salah satu alternatif pilihan yang pualing aman dalam rangka menghindari lingkungan kerja toxic adalah mencari tempat yang mau menghargai dan menerima kita.
Ga heran kok opsi ini nyatanya banyak dipilih, ga cuma sayangi diri tapi juga sayangi orang sekitar jangan sampe kena imbasnya jika kita terlalu ALL OUT untuk merubah budaya yang toxic.
Pada akhirnya kita bisa menentukan dulu jalan mana yang bisa kita tempuh bukankah keikhlasan bekerja muncul dengan hati yang nyaman? jika tidak namanya kerja rodi xixixi.

***
Well, temans demikian yang bisa saya bagikan kali ini. Kira-kira pilih opsi yang mana temans? pilih sebagai Bu Lee yang akhirnya sukses melawan dan bertahan di lingkungan toxic? atau pilih meninggalkan lingkungan yang ga banget?
Coba dong sharing pengalamannya?
Aku udah nonton iniiii dan emang bener visualnya pada baguuss wkwkkwkw maksudku dr segi pemainnya yang ganteng dan cantik teus editingnya juga. Apalagi pas bagian berantem beeh heroik sekaliii meski tampak nggak realistis tp menghibur hihi 🤣💕
BalasHapusBtw soal lingkungan yg toxic, sbnrnya aku baru aja ngalamin di kantor yg baru aja aku resign. Yes. Pada akhirnya aku memilih resign karena aku nggak kuat mbak ðŸ˜ðŸ™ƒ aku rasa kalo aku lama2 di sana aku bakal ketularan jadi toxic dan aku gamau. Toxicnya soalnya bener2 dr semua aspek. Kolega, sistem perusahaan, manager. Bener2 gada yg bs diperjuangkan. Awalnya aku coba bertahan ya dgn berusaha menginfluence tmn2 tp zuzah zekali pemirsa
nah kan setuju biar kata lebaynya ga ada yang ngalahin wkwkwk tp bikin seger nontonnya ya Mba :p
Hapusnah kan susah sih klo lingkungan Toxic mau gimanapun juga solusinya adalah resign
Ada juga yang membahas sebaliknya Bu. Jangan" kitanya yang toksik atau memang sulit menerima perbedaan di lingkungan kerja
BalasHapusnah ini aku sempet bahas tipis2 Kak krn setelah baca buku Wanita yang ingin menjadi pohon semangka dikehidupan selanjutnya dalam bab "menjadi jahat dicerita orang lain"
Hapus