I'm writing about...

Membangun 'Resilient Kids' Melalui Tantangan di Bulan Ramadan

Sejak akhir tahun 2024, Rayi dan Neyna sudah seringkali menanyakan kapan bulan Ramadan akan datang. Mereka seolah menghitung setiap tanggal, menatap kalender berharap Ramadan itu segera tiba.

Apabila saya bertanya mengapa mereka tidak sabar bulan Ramadan? karena mereka ingin tarawehan lalu momen sahur yang dinantikan. *MasyaAllah* 

Sedikit rekap Ramadan 1445 H, Rayi sendiri diminggu pertama masih belajar bertahap, yes ga full sampe maghrib. Dimaklum karena dulu masih kelas RA xixixi. Bagaimana dengan tahun ini? sebelum masuk bulan Ramadan, sekolah Ayi sudah memberikan edaran agar anak-anak bisa latihan puasa senin-kamis selama bulan syaban.

                                Baca yang ini: Ada apa di Minggu Pertama Ramadan 1445 H

Hal ini tentu saja disambut gembira oleh Rayi, sehingga ia merelakan selama bulan syaban kemarin ga ikut eskul karena Rayi memilih puasa kamis 😂.

Apakah berjalan mulus selama puasa sunnah senin-kamis dibulan syaban? tentu saja tidak. Ada drama yang kalau saya ingat lucu sekali. 

Membangun 'Resilient Kids' Melalui Tantangan di Bulan Ramadan

Sore itu sepulang kerja berhubung hujan sangat besar, jadi saya terbiasa untuk mencuci mobil terlebih dahulu di garasi sebelum saya masuk ke rumah.

Pas sekali hari itu bertepatan dengan Rayi yang sedang melaksanakan puasa sunnah, tiba-tiba ia menghampiri saya "Bunda, jam berapa ini? Ayi pengen buka ga kuat" *nadanya masih slow.

"Sebentar lagi ya sholih, ih setengah jam lagi ini"..ucap saya sambil mengelap mobil. Posisi Rayi yang awalnya berdiri lalu jongkok kembali berteriak "ga kuat pengen buka sekarang tahu ga Bunda" memasuki nada nge-gas 😂.

"Sayang banget sebentar lagi kok tuh tinggal beberapa menit lagi adzan magrib"..

"Udah cukup sebentar-sebentar lagi ga kuat pengen bukaaaaa" nadanya semakin nge-gas dan sudah mulai nada mengarah tangisan 😂.

"Ih mending bantuin bunda yuk biar ga kerasa karena emang sebentar lagi adzannya" saya mencoba mengalihkan perhatiannya agar bisa melupakan sejenak yang menjadi keinginannya untuk berbuka.

Penasarankan ending-nya gimana? apakah Rayi berbuka saat itu? atau bersabar menanti hingga adzan maghrib berkumandang?

Alhamdulilah Rayi bisa mengendalikan dirinya sehingga ia bisa merampungkan puasa sunnah-nya hingga adzan maghrib tiba. *Barakallah sholihku".

Mengapa Resilient itu Penting di Zaman Now?

Nah temans familiar bukan dengan fenomena demikian? tentunya tidak hanya Rayi tapi anak-anak pada umumnya juga melakukan hal yang sama ketika sedang berpuasa lalu perutnya sudah memanggil  dan mereka merasakan perih makanya pengen banget buka.

Percakapan singkat sore itu membuka mata saya tentang potensi luar biasa akan puasa bagi anak-anak, tidak hanya semata sebagai ibadah, akan tetapi juga sebagai training ground untuk membangun ketangguhan mental anak-anak kita.

Sebagai ibu bekerja khususnya bidang HR hal inilah yang seringkali saya temukan. Saya jadi ingat, akhir tahun 2024 saya ada agenda seleksi karyawan baru. 

Seperti biasa ya proses seleksi ada psikotes dan interview, ketika saya lihat CV tentu saja sudah dipastikan para pelamar adalah generasi kawula muda. Saat proses tes dan interview, mereka menampilkan first impresion dengan background yang baik sekali sehingga akhirnya saya meluluskan.

Tapiiiiiii......tapiiiii ternyata saya salah ges! dihari pertama bekerja saya sudah menerima info sore harinya jika karyawan tersebut MENYERAH! dengan alasan yang bikin greget. 

"Ibu, sepertinya saya ga bisa lanjut bekerja...terima kasih atas kesempatannya" Ybs memberikan rentetan alasan mengapa akhirnya pamit. *bhaique*

Tapi saya hargai kejujurannya karena ia masih info alasannya dibandingkan dengan karyawan baru kerja sehari lalu esoknya ga hadir dan MUNTABER (mundur tanpa berita). Fenomena ini pernah saya alami juga 😂😂.

Ga habis fikir bukan? kok bisa sih cuma sehari lalu menyerah begitu saja padahal sudah melewati tes, mengalahkan kandidat lain tapi berlalu begitu saja. Ga ada resilient sama sekali untuk bertahan dalam satu kondisi.

Memang temans dihadapkan dengan zaman serba digital, anak-anak zaman sekarang begitu mudah sekali untuk mendapatkan apapun.

Semua aplikasi serba ada sampe-sampe aplikasi untuk menjawab soal berjamur *unch sekali bijimana ga bikin anak serba instan*.

Semakin mudah, semakin minim usaha dan akhirnya tidak terbentuk mental yang kuat. Ini menjadi PR bagi saya juga selaku orangtua. Hayo temans yang sudah menjadi orangtua, menyadari ga jika kita juga ternyata berperan tidak sadar mendukung anak dalam situasi saat ini?

Anak konflik sama temannya bukannya memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba selesaikan dulu tapi langsung turut serta, anak ketinggalan buku PR langsung segera hadir ke sekolah memberikan. 

Baca yang ini juga: Ketika Anak Hadapi Konflik dengan Teman di Sekolah

Menurut saya alih-alih menyelesaikan masalah anak justru hal ini membuat anak semakin keenakan. Coba kalau membiarkan anak ga bawa tugasnya biarkan ia mendapatkan hukumannya sebagai konsekuensi sehingga kedepannya anak bisa lebih tertib lagi dan ga mengulangi kesalahan yang sama. 

Hal ini juga yang sering saya lakukan kepada si sulung, pernah si sulung dikeluarkan dari kelas karena kelupaan mengerjakan tugas bersama teman kelompoknya, jadi tidak melulu memberikan reward namun juga berikan pembelajaran.

Mengapa Resilient itu Penting di Zaman Now?

Peran Orangtua Membangun Resilient Kids  Melalui Tantangan Ramadan

Ngomongin resilient kids, apa sih artinya resilient kids ini? singkatnya adalah ANAK YANG TANGGUH. Jadi, resilient kids merupakan kemampuan anak untuk bangkit saat menghadapi kesulitan, beradaptasi dengan perubahan, dan tetap kuat mengatasi tantangan hidup.

Bulan Ramadan ini bisa banget loh temans dijadikan sebagai momen yang sangat tepat untuk bisa membangun resilient kids ini.

👌Tantangan Bangun Sahur

Jika hari biasa anak-anak bangun pagi menjelang adzan subuh atau paling telat jam 05.00 wib. Maka pada bulan Ramadan ini, anak-anak bangun lebih pagi karena melaksanakan sahur dan sebelumnya Tahajud terlebih dahulu.

Tenang...tenang drama kumbara membangunkan sahur pastinya akan terjadi namun inilah tantangan juga bagi anak-anak. Jika bangun telat jam 04.00 wib maka hanya cukup makan sahur saja tanpa makan yang lain seperti: makanan ringan, cemilan kesukaan mereka.

Menurut saya, sahur ini bukan hanya soal bangun pagi, tapi juga tentang membangun tanggung jawab anak-anak dan ajarkan bagaimana mereka bisa menghargai waktu. Semua ini adalah fondasi penting untuk membangun resiliensi.

👌Tantangan Menahan Emosi

Hari ahad silam ditengah hari yang puanas, saat saya sedang tadarusan. Tiba-tiba terdengar pertengkaran yang tadinya nada Do rendah masih saya abaikan tapi beberapa detik kemudian berubah suara pertengkaran anak-anak sudah sampe nada Si. 

Waktunya ibu peri saya melerai, saya pisahkan mereka. Rayi saya bawa masuk, nafasnya tersengal-sengal menahan emosi butuh waktu saya bernego dengan Rayi karena dia ingin membalas kakaknya wkwkwk..

Tapi setelah nego yang alot, alhamdulilah Rayi mengerti langsung ambil air wudhu dan rebahan. Yuk bisa yuk kan lagi puasa istigfar...istigfar demikian saya coba memberikan Rayi pemahaman.

Dan tantangan menahan emosi saat puasa juga merupakan latihan untuk sabar. Bukankah ini juga salah satu cara membangun resiliensi?

 ðŸ‘ŒTantangan Konsisten Tadarusan

Membaca Al-Quran selama Ramadan tentunya menjadi momen yang bisa digunakan sebagai tantangan dalam membangun resiliensi pada anak.

Ada saja bukan alasan kalau anak-anak disuruh ngaji? lemas karena lagi puasa nah sebaiknya tetapkan waktu khusus untuk membiasakan mereka mengaji. Kalau di rumah selama puasa anak-anak biasa mengaji pukul 17.00 wib sambil menanti berbuka.

Kalau hari biasa jam 20.00 wib, nah penetapan dan perencanaan ini membiasakan anak-anak agar konsisten mengerjakannya. 

Sesuatu yang besar itu konon dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan secara konsisten. Dan tantangan ini merupakan bagian dari resiliensi!

Peran Orangtua Membangun Resilient Kids

***

Puasa mengajarkan anak-anak kita untuk belajar beradaptasi, bagaimana effort mereka dalam menahan keinginannya, mengenal rasa syukur dan belajar mengenal batasan diri.

Yuk temans bisa nih jadikan Ramadan tahun ini untuk mulai bangun tantangan resiliensi bagi anak. Karena sesungguhnya, anak yang tangguh (resilient kids) lahir dari kesempatan menghadapi tantangan, bukan dari kemudahan.