I'm writing about...

Lumbung Pangan di Halaman Rumah Raup Nilai Rupiah

“Semangat para ibu sangat tinggi, meski dalam sosialisasi diperlukan kejelasan mengenai keuntungan yang akan mereka dapatkan itu bernilai ekonomi. Karena itu, ia juga mengajarkan sistem tumpeng sari, di mana tanaman obat diselingi dengan tanaman lain, dan kami perkenalkan pemanfaatan pupuk dari kulit buah yakni Eco enzyme.” -Gede Praja Mahardika Sujana Putra, Founder Yayasan Sahabat Bumi Bali-

Adakah yang masih ingat tentang judul penelitian skripsinya? setelah lulus kuliah bagaimana dampak hasil skripsi yang diajukan sebagai syarat untuk kelulusan? Skripsi bukanlah akhir perjalanan jenjang pendidikan sarjana pun hanya sebatas karya mati namun bisa menjadi referensi untuk dunia usaha atau dunia kerja.

Seperti yang dilakukan oleh Gede Praja Mahardika Sujana Putra yang akrab dengan panggilan Praja. Berawal dari penelitian skripsi tentang lingkungan dan tanaman obat, Praja melanjutkan kembali di dunia nyata. 

Lulusan kesehatan masyarakat salah satu kampus di Yogyakarta ini menarik dan memberdayakan warga sekitarnya seputar tanaman obat keluarga (TOGA). Ia memulai pemberdayaan melalui penyuluhan bagaimana pengolahan dan pembudidayaan tanaman obat dengan sederhana. 

Pengobatan tradisional memang masih sangat dipercaya ampuh untuk mengobati penyakit. Dilansir data menurut Badan Pusat Statistik, perjalanan obat tradisional di hati masyarakat kita seperti roller coaster

Di tahun 1998, hanya 15,23% yang masih setia dengan ramuan tradisional nenek moyang kita. Namun, siapa sangka? Kepercayaan ini justru meroket hingga mencapai puncaknya di tahun 2006 - saat itu hampir 40% yang memilih kembali ke alam dengan menggunakan obat tradisional! Dan meningkat tajam pada tahun 2020 hingga 79% yang tercatat dalam laman Kemenkes saat covid-19 melanda.

Hal inilah menjadi motivasi Praja untuk menggaungkan kembali bagaimana tanaman obat keluarga bisa dibudidayakan di rumah.

Praja-pemenang-SATU-Astra-Award

Pandemi Covid-19: Kebangkitan Tanaman Obat

Menariknya, meski World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 80% penduduk di negara berkembang menggunakan tanaman obat untuk menjaga kesehatan (Canter et al. dalam Saddiyah,dkk 2020), tingkat pemahaman masyarakat tentang tanaman obat ini masih terbilang rendah.

Survei di berbagai daerah Indonesia mengungkap realita yang cukup memprihatinkan:

  • Payakumbuh: Studi di Puskesmas Air Tabit menunjukkan 47,5% warga masih mengandalkan pengetahuan turun-temurun. Lebih mengejutkan lagi, hanya 11,4% warga yang benar-benar memahami nama dan manfaat tanaman obat di sekitar mereka. Peran tenaga kesehatan dalam sosialisasi pun masih minim, hanya menjangkau 22,5% masyarakat, (Erlindawati, 2015 dalam Widyanata dkk, 2021).
  • Toraja Utara: Di kalangan pemuda Tondon, meski 50% mengenal tanaman obat dan 70% percaya akan efektivitasnya untuk meningkatkan imunitas, masih ada ruang besar untuk peningkatan pemahaman, (Darwis dkk,2021).
  • Klaten Selatan: Separuh masyarakat Nglinggi masih memiliki pengetahuan yang tergolong kurang tentang manfaat tanaman obat keluarga, (Susilo Yulianto, 2016).

Tahun 2019, Praja memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamannya di Buleleng, Bali. Setelah sebelumnya mencoba mensiarkan gagasannya di Yogya yang merupakan bahasan dalam penelitian skripsinya, ia menaruh harap besar upayanya terkait budidaya tanaman obat juga berhasil di Buleleng.

Praja mengawali penyuluhan dengan mengajak kesatuan Ibu Bhayangkari pun dengan kesatuan Ibu Persit. Hal ini dikarenakan ibu kandung Praja termasuk salah satu anggota Ibu Bhayangkari. Bak gayung bersambut kedua kesatuan tersebut menyambut dengan antusias mengenai pengenalan budidaya tanaman obat keluarga.

Momentum pandemi COVID-19 di tahun 2020 justru menjadi titik balik yang menguatkan program ini. Di tengah pembatasan aktivitas, Praja melihat peluang untuk memberdayakan ibu-ibu rumah tangga agar tetap produktif dari rumah. Dengan membudidayakan tanaman obat, mereka tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan kesehatan keluarga tetapi juga membuka peluang penghasilan tambahan.

tanaman-obat-bali

Pandemi 2020, membuka mata tentang pentingnya kemandirian pangan dan kesehatan. Di tengah keterbatasan, Praja bersama ibu-ibu justru menemukan cara brilian untuk bertahan. Halaman rumah mereka sulap menjadi 'apotek hidup' mini - ditanami cabai, sawi, dan aneka sayuran. 

Yang istimewa, rempah-rempah seperti: kunyit, jahe, lengkuas, dan sereh tak ketinggalan. Bahkan bunga telang yang kini jadi primadona ekspor ke Eropa dengan harga fantastis Rp500.000 per gram, mulai menghiasi pekarangan mereka.

Kreativitas tanpa batas! Siapa sangka juga bagor bekas, plastik minyak goreng, hingga ban usang bisa disulap menjadi wadah tanam yang produktif? Model yang sukses Praja terapkan di Yogyakarta ini kini menginspirasi gerakan serupa di Buleleng, Bali, menciptakan jejaring keberlanjutan yang luar biasa.

Dan kolaborasi menjadi kunci. Praja bermitra dengan Komunitas Falsafah Galang Panji, Koperasi Pangan Bali Utara, dan Pasar Intaran yang rutin buka setiap Minggu, gerakan ini makin menggeliat. UMKM lokal dan Dinas terkait pun turut mendukung melalui pameran-pameran yang digelar.

Yang menggembirakan, minat masyarakat Buleleng terhadap tanaman obat melonjak 60-70% sejak pandemi. Mereka mulai memahami bahwa kesehatan bisa dimulai dari pekarangan sendiri. Melalui penyuluhan rutin, masyarakat belajar bahwa penyakit-penyakit seperti kanker, diabetes, dan penyakit degeneratif bisa dicegah dengan kembali ke alam.

Gerakan yang terinisiasi oleh Praja bukan sekadar tentang bertahan hidup, tapi juga tentang menemukan kembali kearifan lokal yang nyaris terlupakan. Transformasi ini menunjukkan pergeseran positif dari ketergantungan terhadap obat kimia menuju pemanfaatan tanaman obat alami. Menariknya, perubahan ini tidak hanya didorong oleh tradisi, tetapi juga diperkuat oleh situasi yang mengharuskan masyarakat mencari alternatif pengobatan yang lebih alami dan mudah diakses.

Tantangan Penggiat Tanaman Obat

Setiap perjalanan pasti ada tantangannya. Praja menuturkan jika rasa malas dan kebingungan tentang pemasaran sempat menjadi momok bagi ibu-ibu penggiat tanaman obat. 

"Mau dijual kemana?" atau "Diapakan hasil panennya?" adalah pertanyaan yang kerap muncul. Tapi siapa sangka, dari kebingungan ini justru lahir inovasi yang menakjubkan! 

Praja menegaskan jika hasil panen tanaman obat bisa dikumpulkan dan dijual olehnya ke toko Arab di Buleleng. Salah satu toko yang khusus menjual rempah dan menerima hasil panen tanaman obat. 

tanaman-telang

Hasil panen tidak hanya dibersihkan namun diolah agar nilai jualnya semakin meningkat. Olahan yang sudah diiris atau blender dibandrol dengan harga Rp25.000/200 gr, apabila belum diolah harga jualnya hanya mencapai Rp10.000-15.000/kg. Sementara harga di pasarannya mencapai Rp20.000-30.000/kg. Sekali panen bisa mencapai 1 bagor sekira 5-6 kg. Saat ini jahe merah menjadi primadona yang paling banyak diminati.

Rupiah yang ibu-ibu dapatkan hanya harga pokoknya saja. Praja menjelaskan jika harga yang ia terima adalah 15.000/kg maka yang diterima ibu-ibu Rp 10.000,- sisanya Rp 5.000,- digunakan untuk biaya operasional meliputi transportasi serta publikasi. Hal ini sudah Praja jelaskan sebelumnya kepada ibu-ibu sehingga semuanya terbuka.

Yang membuat program ini istimewa adalah sistemnya yang berkesinambungan. Setiap panen adalah awal dari siklus baru. Para ibu tidak hanya diajari menanam, tapi juga dilatih mengolah dan memasarkan. Hasilnya? Terciptalah kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.

Dimana ada evaluasi yang dilakukan rutin setiap 3 bulan sekali. Praja melakukan pelatihan berbasis hasil panen sehingga penyuluhan ini terintegrasi demi meningkatkan hasil panen yang berkelanjutan. 

Saran Praja, selepas panen untuk segera menanam kembali kemudian fokus pada tanaman obat yang banyak peminatnya. Tak lupa juga untuk olah hasil panen agar nilai rupiah bertambah pun tetap menjaga konsistensi kualitas.

Inilah bukti bahwa dengan pendampingan yang tepat, tantangan 'malas' bisa diubah menjadi 'motivasi', dan kebingungan bisa diubah menjadi peluang usaha yang menjanjikan.

Lestari Pangan Ala Praja: Eco Enzyme - Ecobrick

Selain penyuluhan bagaimana menyulap halaman rumah menjadi lahan untuk tanaman obat, Praja juga memperkenalkan inovasi yang menarik perhatian akan pentingnya kelestarian lingkungan. Ia memperkenalkan pendekatan "4 Sehat 5 Madu" - sebuah konsep yang tidak hanya fokus pada kesehatan manusia, tetapi juga kesehatan lingkungan.

"Jika ada lebah yang datang, itu tanda udara bersih," demikian filosofi sederhana namun mendalam yang dipegang Praja. Kehadiran lebah memang menjadi penanda alami kualitas lingkungan yang baik, sekaligus menjamin keberlangsungan sistem pangan melalui proses penyerbukan.

Pengelolaan kebun yang cerdas tidak hanya tentang menanam, tetapi juga merawatnya. Karena itu Praja juga mengenalkan cara membuat pupuk kepada Ibu-ibu melalui eco enzyme.

Setiap hari, Praja mengumpulkan kulit buah dari penjual jus untuk diolah menjadi eco enzyme, sebuah cairan fermentasi alami yang digunakan untuk membuat biopori di sekitar tanaman obat. Dengan biopori, tanah menjadi lebih subur, dan risiko banjir bisa ditekan, tutur Praja.

ecoenzym

Berbekal alat sederhana seperti: galon air, botol plastik, bambu, dan paralon, mereka membuat wadah untuk eco enzyme dan pupuk mikroorganisme yang bisa dipakai sebagai pupuk organik. 

Tak hanya sekadar lubang di tanah, biopori ini menjadi solusi serba guna untuk pengelolaan sampah organik. Dengan perawatan rutin setiap 3-6 bulan, hasil biopori ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk alami bagi tanaman obat keluarga.

Hal ini menjadi bukti bahwa kepedulian terhadap lingkungan dan keinginan untuk belajar bisa melahirkan dampak besar. Mereka tak hanya menghasilkan tanaman obat untuk dijual, tetapi juga membantu menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan sehat bagi generasi selanjutnya. 

Praja juga mengenalkan ecobrick dari sampah plastik untuk dijadikan batu bata. Program yang hingga kini terus disebarluaskan oleh Praja ke sekolah maupun kampus.

ecobrik

Yayasan Sahabat Bumi Bali: Tumbuh Menginspirasi

Bermula merintis komunitas kecil hingga akhirnya mendirikan yayasan yang kini aktif mengedukasi dan menginspirasi masyarakat untuk menanam dan memanfaatkan tanaman obat keluarga, seperti kunyit, jahe, sereh, lengkuas, dan bunga telang.

Dengan pelatihan dan dukungan dari yayasan, Ibu-ibu semakin percaya diri, memahami proses, dan terlatih untuk mengolah hasil panen dengan standar yang baik.

Kini, dengan jejaring yang berkembang hingga Yogyakarta dan Jakarta, serta kehadiran Yayasan Sahabat Bumi Bali, Praja bercita-cita menjadikan tanaman obat sebagai "file project" ketahanan pangan. 

sahabat-bumi-bali

Tanaman ini bukan hanya sebagai obat keluarga, tetapi juga sebagai bagian dari solusi perubahan iklim, mempercantik ruang terbuka hijau, dan mendorong edukasi masyarakat.

Yayasan Sahabat Bumi Bali pun kini menjadi mercusuar harapan: bahwa ketahanan pangan, kesehatan, dan lingkungan bisa dijaga dari halaman rumah sendiri.

Melalui konsistensinya, pada tahun 2023, Praja berhasil menjadi penerima apresiasi SATU Indonesia Awards (SIA) bidang Kesehatan, kategori Individual, dengan judul pengembangan potensi ekonomi lokal dengan pengolahan tanaman obat serta pelestarian pangan di Bali.

Berkat apresiasi SATU Indonesia Awards (SIA), Praja menuturkan lebih percaya diri dan semakin meluas kegiatannya, seperti: kerjasama dengan PT. Marimas, Kegiatan Cigpro dari KLHK untuk Programnya adalah Biopori. 

Tak heran jika tahun 2024 ini, ia berhasil menyabet kembali penghargaan KALPATARU serta menjadi salah satu dari 3 finalis dari  Bali terpilih untuk Climate Innovation Generation Program.

penghargaan-Praja
***
Dari halaman rumah menjadi nilai rupiah, konsisten untuk terus menjaga bumi melalui tanaman obat dan lestari pangan. Praja sosok inspiratif yang patut dicontoh untuk kita semua. Sederhana namun kaya manfaat, tak terasa waktu berlalu dengan cepat, percakapan bersama Praja melalui google meet saya akhiri. 

Terima kasih Bli Praja atas kisah inspiratif-nya serta semangatnya untuk selalu peduli bumi dan lingkungan sekitar dengan menggerakkan roda ekonomi lokal khususnya untuk Ibu-ibu. 

Tak lupa Praja juga membagikan sedikit resep penggunaan tanaman obat yang bisa kita coba di rumah:

  • Kunyit untuk usia 30+: Cukup di geprek, direbus, dan langsung diminum
  • Tambahkan jahe untuk meningkatkan daya tahan tubuh
  • Bunga telang: Seduh dengan air panas untuk antioksidan alami
Adakah yang sudah mencoba bagaimana khasiat tanaman obat? yuk mulai dari hal kecil kita tiru upaya ini dan bagikan.

Source:

  • Interview by google meet dengan Gede Praja Mahardika Sujana 26 oktober 2024, pukul 09.00 wita.
  • https://www.kompasiana.com/dosom/5d6f8e370d823050c70aa812/apa-gunanya-skripsi-kita-setelah-kuliah.
  • Saddiya dkk, 2020: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat UBB Vol. 7 No.2 Desember 2020. Pemanfaatan Lahan Pekarangan Untuk Memenuhi Kebutuhan Keluarga di Desa Pagarawan, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.
  • https://bali.tribunnews.com/2019/06/04/gede-praja-mahardika-membina-masyarakat-dan-sekolah-menanam-toga-hingga-mengembangkan-teh-organik.
  • https://www.radioidola.com/2024/gede-praja-mahardika-aktivis-lingkungan-dan-founder-yayasan-sahabat-bumi-bali/.
  • https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/persentase-penduduk-yang-menggunakan-obat-tradisional-1481716754.
  • https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/fitofarmaka-menjadi-unggulan-produk-dalam-negeri/#:~:text=%E2%80%9CObat%20tradisional%20sering%20dimanfaatkan%20secara,pada%20masa%20pandemi%20Covid%2D19.
  • Widyanata dkk, 2021: JASINTEK Vol. 2 No. 2, April 2021: 126-130. Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Masyarakat Dalam Budidaya Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Di Desa Ketewel Kecamatan Sukawati.
  • Darwis dkk,2021:Al Gizzai: Public Health Nutrition Journal Vol. 1, No. 2, Juli 2021. Pengetahuan Masyarakat Tentang Penggunaan Tanaman Obat Keluarga Sebagai Peningkatan Imun Selama Pandemi.
  • Instagram @yayasan.sahabatbumibali.

Komentar

  1. Mba bagor apaan sih 😅?

    Aku tuh saluuut ama orang2 yg beneran peduli lindungan dan menerapkan ke lingkungan sekitarnya. Krn ga mudah pasti mengajak banyak orang utk melakukan yg sama. Saluut lah.

    Tanaman herbal begini aku juga sesekali minum. Tp jujurnya lbh suka beli, jd maksudnya ga nanam sendiri. Sadar diri krn skill gardeningku kacau mba 🤣. Semua tanaman yg dipelihra kebanyakan mati 😅

    Semoga dengan hal kecil yg dilakukan si mas nya, benr2 bisa membawa dampak baik ke lingkungan. Syukur2 bisa merembet ke orang2 yg lain utk ikutan

    BalasHapus
    Balasan
    1. kantong bekas mba :D salut ya mba dari hal kecil bisa bawa dampak berarti ke lingkungan

      Hapus
  2. Mungkin penyebutan nama sesuai daerah setempat kak. Mama sy dulunya juga tanam apotik hidup. Waktu saya kecil, hingga sekarang punya anak, saya masih mewarisi tradisi mama saya, mengobati dengan tanaman alami sekitar. Alhamdulillah, sembuh kok.

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulilah masih terus ya mba, betul mba tanaman obat keluarga atau apotik hidup

      Hapus
  3. Bener banget ih.. Masih banyak orang Indonesia yg lebih percaya sama obat2an herbal. Apalagi kita kan mayoritas muslim, udah pasti tuh tanaman2 herbal ala Rasulullah dipake semua. Trus ditambah indonesia ini kaya akan rempah dan tanaman obat. Keren deh idenya mas praja. Saya aja lebih suka nanem tanaman obat drpd bunga hehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Ummi makanya di Buleleng juga dijualnya ke Toko Arab khusus menerima hasil olahan dari ibu-ibu

      Hapus
  4. Taman di depan rumah dari dulu berniat kepengen ditanami herbal tapi masih belum kesampaian terus nih. Keren sekali dedikasi Praja untuk mengedukasi para ibu-ibu untuk menanam apotik hidup yang bisa bermanfaat dan sekalian bisa mendulang rupiah yaah. Inspiratif banget lah

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya teh sangat inspiratif bahkan dari yg menerima SATU Indonesia Awards bisa menerima KALPATARU

      Hapus
  5. Samaan nih, Alhamdulillah lingkungan rumah sih masih menanami dengan tanaman yang bermanfaat baik buat diri dan keluarga juga tetangga sekitar rumah.

    BalasHapus
  6. Di kota saya sudah dilaksanakan adanya Taman Toga PKK untuk tiap RT dan RW. Tanaman herbal merupakan obat tradisional yg juga bisa mencegah beberapa penyakit dan sebagai saya tahan tubuh. Sedangkan eco enzyme saat ini memang sedang digiatkan untuk membuatnya pada setiap rumah tangga. Kegunaannya sangat banyak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. keren semoga semakin menjamur dimanapun usaha untuk ini ya mba

      Hapus
  7. Banyak sekali manfaat dari tanaman obat ya mbk. Kadang nggak perlu ke dokter, sakit yang ringan bisa diobati dengan herbal. Inspiratif sekali ini ceritanya

    BalasHapus
  8. Saya cukup sering minum rebusan kunyit dan jahe. Biasanya saya kasih sereh juga. Enak lho itu. Apalagi kalau sedang kurang enak badan. Rasanya bikin badan jadi lebih hangat.

    BalasHapus

Posting Komentar

Selesai baca yuk tinggalin jejak komennya ^^
Haturnuhun