Apa yang terlintas dalam benak temans, takkala mendengar atau membaca tentang "Masyarakat Adat"? apakah jawabannya merujuk kepada primitif, terbelakang, inferioritas, tak hanya sampai disitu namun kerap kali mengalami diskriminasi, stigma dan stereotipe.
Barangkali pemikiran dan wawasan yang tak luas hingga mendefinisikan masyarakat adat dengan definisi terbatas demikian. Padahal jika temans telusuri historinya maka temans bisa memberikan definisi jauh lebih berarti dibandingkan dengan konotasi primitif dan terbelakang.
Jujur saya pribadi juga adalah salah satunya yang hanya mampu melihat setitik jika masyarakat adat ya masyarakat yang ga modern hidupnya. Jauh dari hiruk pikuk dunia, hingar bingar yang membuat masyarakat berasa asingnya.
Pemikirian ini akhirnya terpatahkan juga saat saya tergabung dalam #EcoBloggerSquad yang menyelenggarakan Online Gathering bertajuk “Peran Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal dalam Menjaga Bumi” .
Saya antusias sekali ikuti acara tersebut, karena ingin meneropong dimana peranan mereka dalam menjaga bumi?
Peranan Masyarakat Adat Dalam Konservasi Lingkungan
Dalam acara ini hadir sebagai narasumber yaitu Kak Rukka Sombolinggi yang merupakan Sekjen dari AMAN ( Aliansi Masyarakat Adat Nusantara).
Kak Rukka dengan gamblang mengisahkan bagaimana gerakan masyarakat di masa lalu yakni pada rejim orde lama hingga orde baru.
Saya yang minim informasi mengenai Indigenous People. menjadi antusias takkala Kak Rukka dengan semangat berapi-api menjelaskan bagaimana perjuangan mereka hingga konflik yang terjadi demi mempertahankan tanah leluhur yang ada.
Jadi siapakah masyarakat adat itu?
Merupakan sekelompok manusia yang oleh ikatan geneologis dan/atau teritorial yang turun temurun lintas generasi, memiliki identitas budaya yang sama dan memiliki batiniah yang kuat atas suatu ruang geografis tertentu sebagai rumah bersama yang dikuasai, dijaga dan dikelola secara turun temurun sebagai wilayah kehidupan leluhhurnya.
Apabila menarik definisi yang disampaikan oleh Kak Rukka, maka tentu saja bisa diambil benang merah jika mereka adalah kelompok orang yang memiliki peranan dalam satu wilayah tak hanya sekedar menempati namun juga dikelola dengan baik.
Riset mengenai Indigenous People., seperti yang dilansir dalam kompas.id dimana sebagian besar terbukti mampu bertahan selama ratusan hingga ribuan tahun. Terbukti mandiri dari sisi ekonomi, sosial, budaya, dan juga pelestarian lingkungan.
Bahkan dalam menghadapi pandemi Covid-19 dua tahun terakhir, terbukti memiliki daya resiliensi yang tangguh.
Masyarakat adat berperan dalam pengembangan alam, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Yayan Hidayat dan Anang Fajar Sidik tahun 2019 menggambarkan pola pengelolaan lahan dan valuasi ekonomi masyarakat adat.
Hasilnya, ada manfaat langsung dan tidak langsung dirasakan oleh mereka. manfaat tidak langsung bentuknya sangat beragam, misalnya fungsi hutan sebagai penyedia jasa hidrologis, sumber air untuk irigasi dan/atau pembangkit listrik tenaga mikrohidro, pengendali banjir, kekeringan, erosi, serapan karbon, dan wisata alam.
Manfaat tidak langsung justru menjadi manfaat yang tidak ternilai bagi kita masyarakat di luar wilayah. Bukankah demikian?
Ancaman Terhadap Masa Depan
Indigenous People hidup seimbang dengan alam, mereka mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan mereka sehingga alam bisa terjaga.
Mereka hidup dengan menanamkan dan memegang teguh adat serta nilai kearifan lokal untuk menjaga kawasan adat mereka tetap lestari dan jaga lingkungannya.
Sebagai contoh, temans pernah mendengar tentang Suku Boti di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur? di sana mereka memiliki aturan untuk melarang menebang pohon kecuali ada kebutuhan sangat mendesak. Masyarakat juga selalu membersihkan tanah perkampungan mereka dari sampah.
Bagi saya ini sesuatu yang lebih dari indah loh, budaya, adat, nilai-nilai luhur terjaga sehingga sifat tamak, serakah tidak menguasai mereka untuk mengeruk keuntungan secara nilai ekonomis seperti pihak-pihak tertentu.
Yass...pada akhirnya apa yang saya fikirkan dan saya takutkan terjadi juga! Sebagaimana pemaparan dari Kak Rukka, ada ancaman terhadap masa depan mereka,
Sudah bisa temans fikirkan? jika tidak ada yang menjaga mereka maka bagaimana dengan hutan, kawasan-kawasan terlindung, potensi alam yang dijaga beribu-ribu tahun bisa musnah jika tidak ada perlindungan terhadap Masyarakat adat.
Ancaman tersebut datang dengan adanya revisi UU Minerba, diantaranya :
✒ Sentralisasi kewenangan, dimana kewenangan urusan pertambangan Minerba ditarik ke Pemerintah pusat.
✒ Buka celah korupsi SDA, karena dihapuskannya ketentuan pidana bagi pejabat negara yang menyalahgunakan kewenangannya dalam menerbitkan perizinan tambang.
✒ Bahaya bagi lingkungan hidup yakni kontrak karya dan perjanjian karya pengusaha pertambangan batu bara diperpanjang secara otomatis tanpa peninjauan dampak lingkungan, bahkan perpanjangan ini tanpa perlu proses lelang ulang.
✒ Ada rumusan baru tentang wilayah hukum pertambangan yang dimungkinkan pengusaha tambang seakan memilih yurisdiksi hukum sendiri bahkan wilayah tambang bisa diperluas diluar WIUPK.
✒ Menghapus kewenangan pemerintah daerah dalam perizinan, pembinaan, pengawasan, penegakan hukum dan pemberikan sanksi administratif bidang pertambangan Minerba.
Adanya revisi UU demikian, maka sudah dipastikan alur tersebut memberikan ancaman bagi masyarakat adat dimanapun.
Konflik UU Cilaka Vs Masyarakat Adat
Ancaman datang berujung konflik terlebih dengan hadirnya UU no. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kearifan lokal yang terjaga harus tergerus dengan pembukaan lahan secara terus menerus, pembangunan infrastruktur yang pada akhirnya hutan serta lingkungan menjadi hilang perannya menimbulkan kerugian bagi masyarakat adat.
Bahkan jika temans ketahui, UU Cilaka ini juga tidak mengatur perlindungan terhadap pekerjaan tradisional mereka. Semakin sulit bagi mereka mendapatkan pangan dari alam serta muncul tekanan-tekanan dari pihak luar yang berpotensi memicu permusuhan.
Tak hanya sampai di sana, UU Cilaka juga menghapus nomenklatur izin pemanfaatan ruang dan menggantinya dengan frasa "persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang".
Lebih celaka lagi dalam UU ini mengatur kemudahan investasi tapi melanggengkan prosedur pengakuan masyarakat adat yang rumit, bersifat politis dan berbiaya tinggi sehingga sulit dijangkau oleh masyarakat adat.
Implikasi Konflik Pada Masyarakat Adat
Marjinalisasi masih terus berlanjut dengan implikasi yang parah. Namun yang saya salut adalah mereka bertahan sekuat tenaga untuk memperjuangkan hak atas tanah mereka.
Tercatat 40 kasus kriminalisasi dan kekerasan menurut AMAN, sebagaimana disampaikan Kak Rukka, diantaranya :
✒ 10 kasus masyarakat adat vs perkebunan
✒ 6 kasus masyarakat adat vs bendungan & PLTA
✒ 6 kasus masyarat adat vs kehutanan (KPH)
✒ 1 kasus masyarakat adat vs TNI/Polri
✒ 5 kasus masyarakat adat vs pertambangan
✒ 5 kasus masyarakat adat vs pemerintah
✒ 3 kasus masyarakat adat vs hutan tanaman industri
✒ 4 kasus pencemaran lingkungan di wilayah adat
Dari banyaknya kasus ini tentu saja menimbulkan korban dan kerugian, sebanyak 39.069 tercatat sebagai korban, 18.732 keluarga serta 31.632,67 HA wilayah adat yang terdampak. Angka ini hanya merupakan angka representasi yang muncul ke permukaan sementara angka sesungguhnya jauh lebih tinggi.
Lalu Apa Yang Bisa Kita Lakukan?
Jangan ada lagi diskiriminasi dan marjinalisasi bagi masyarakat adat, salah satu bentuk yang bisa kita lakukan adalah mendukung Pengesahan RUU Masyarakat Adat!
Sebagaimana yang digaungkan oleh Kak Rukka,
“Disahkannya RUU Masyarakat Adat akan menjamin komunitas yang tersebar di Nusantara, untuk membangun resiliensi komunitasnya yang secara langsung menyumbang ketahanan Indonesia sebagai bangsa.”
Jadi gimana temans? tercerahkan tentang masyarakat adat? #UntukmuBumiku apapun pastinya kita perjuangkan.
Sebagai blogger, maka tulisan ini menjadi bentuk perjuangan yang saya lakukan agar bisa terbaca dan terbuka mengenai Indigenous People.
***
Demikian temans yang bisa saya bagikan, bersyukur sekali bisa bergabung menjadi bagian #EcoBloggerSquad tak hanya menambah wawasan namun juga membuka sudut pandang yang selama ini terabaikan.
Thanks for your sharing...
ОтветитьУдалитьIkut mendukung mba, biar bagaimanapun masyarakat adat ini udah banyak sekali jasanya dalam melestarikan alam. Mereka ga serakah mengambil hasil alam, hanya ambil secukupnya. Memang seharusnya begitu 😔.
ОтветитьУдалитьTapi Krn keserakahan Manusia lain yg cuma mau ambil keuntungan tanpa mikirin kerusakan alam yg terjadi, membuat masyarakat adat jadi terpojok. Nanti giliran alam semakin rusak aja dan banyak terjadi bencana alam, baru nyesel 😭