Peranan Keluarga Sebagai Pondasi Perkembangan Sosial Emosional Anak Di Masa Transisi
"Bunda kapan sih bisa sekolah lagi?"
"Teteh bosan pengen ketemu teman-teman"?
"Belajar di rumah terus ga enak"
Demikian keluhan Neyna si sulung yang sejak memasuki pandemi covid-19, ia harus belajar di rumah. Menahan rindu dengan teman-teman dan juga gurunya.
Pembelajaran selama pandemi secara online membuat Neyna beradaptasi dengan belajar menggunakan gadget. Tak hanya dirinya yang mengalami kesulitan karena harus adaptasi belajar online namun saya juga beradaptasi untuk mendampinginya selama pembelajaran online.
Kesulitan belajar, di rumah saja menjadi permasalahan yang kerap terjadi selama pandemi hingga akhirnya terjadi perubahan emosi pada Neyna jadi lebih sensitif, malu jika berjumpa dengan orang lain.
Literasi Emosi di Masa Pandemi
Sebagai ibu bekerja, jujur situasi pandemi ini begitu berat saya rasakan utamanya membagi waktu untuk bisa membersamai Neyna belajar.
Rasanya udah pengen menyerah saja takkala fisik sudah remuk redam namun harus tetap mendampingi Neyna belajar. Maka tentu saja emosi menjadi fokus masalah untuk saya dalam menghadapi hal ini hahaha.
Yass..seiring dengan adanya pandemi ternyata kecerdasan emosional saya teruji. Alih-alih mampu terlibat dengan baik dalam segala aktifitas anak namun emosi saya tak terkendali.
Meningkatnya emosi saya justru memberikan dampak tidak sehat pada Neyna, maka tak hanya Neyna yang alami masalah dalam emosinya namun saya juga sebagai orang tua alami hal tersebut.
Dan akhirnya pada bulan februari, saya bersama Neyna belajar Literasi Emosi bersama Dandiah Care. Dari bekal dan juga buku literasi emosi yang saya pelajari, 79.5% dari 435 responden pada tahun 2021 mengakui jika masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan emosi dari rumah.
Padahal kecakapan emosi, memegang peranan penting dalam kehidupan dan membentuk kesejahteraan mental keluarga dengan baik.
#Bicara Gizi : Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak
Dalam webinar ini turut hadir sebagai narasumber yakni :
❤ Dr. Irma Ardiana, MAPS, Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, BKKBN
❤ Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, SpA (K), MPH, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak
❤ Cici Desri, Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101
Dua tahun menghadapi pembatasan fisik dan sosial tentu saja banyak perubahan yang dipengaruhi dari mental, emosional hingga perkembangan pada anak-anak.
Hal ini menjadikan tema yang diangkat dalam webinar ini terlebih saat ini kita sudah memasuki masa transisi sehingga setiap keluarga diharapakan dapat merespon perubahan agar mampu menghadapi situasi yang tidak diinginkan.
Menguatkan Peranan Keluarga Pada Anak Untuk Menjalani Masa Transisi
Danone SNI sebagai perusahaan yang ramah keluarga memberikan dukungan dengan memfasilitasi program agar para orang tua dan anak bisa tumbuh optimal dengan kebijakn cuti untuk ibu 6 bulan dan 10 hari bagi ayah yang sudah berjalan selama 5 tahun. Juga memfasilitasi forum-forum seperti #BicaraGizi ini dengan harapan agar masyarakat bisa memberikan stimulasi yang tepat untuk perkembangan sosial emosional anak" Bp. Arif Mujahidin
Menurut Dr. Irma, Pandemi Covid memberikan dampak namun dari aspek ketahanan keluarga masih tetap terjaga. Termasuk issue pengasuhan antar ayah dan ibu. Hal ini berdasarkan data Ibangga yang ditunjukkan.
Dimana 71,5% pasangan suami istri telah melakukan pola pengasuhan kolaboratif, 21,7% peranan istri yang dominan dan 5,8% istri saja.
Penerapan pola asuh Kolaboratif sangat penting untuk meningkatkan ketahanan keluarga demi mencetak anak hebat. Dan Dr. Irma menekankan jika seharusnya orang tua menyesuaikan pola asuh sesuai dengan zamannya.
Pola asuh yang tepat dari orangtua kelak membentuk anak hebat dan berkualitas dimasa depan.
"Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk memenuhi milestone aspek perkembangan merupakan hal yang penting." Dr. Irma Ardiana
Tak hanya pola pengasuhan saja namun Dr. Irma juga menekankan bagaimana pemberian nutrisi dan psikososial dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan. Hal ini demi menghindari kasus stunting.
Fakta Tentang Perkembangan Sosial Emosional
Lebih lanjut membicarakan aspek sosial emosional itu ternyata dipengaruhi banyak faktor, DR. Bernie memaparkan seputar kecerdasan otak dimana anak usia 2 tahun memiliki synapse formation yang lebih kompleks.
Tak hanya kecerdasan otak namun juga menjelaskan Gut Brain yakni sistem pencernaan yang sehat. Ternyata perkembangan sosial emosional memiliki kaitan erat antara kecerdasan otak serta sistem pencernaan yang sehat.
Ketiga faktor ini berpengaruh yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak agar dapat tumbuh menjadi anak hebat.
"Agar anak-anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, memiliki keterampilan sosial emosional yang memadai serta memiliki kemampuan berfikir dengan baik maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional secara berkala serta memberikan stimulasi dan nutrisi yang tepat" Dr. Bernie
Prinsip dalam stimulasi anak juga disampaikan dengan jelas oleh Dr. Bernie, ternyata tidak seruwet yang saya fikirkan nih temans.
Masa transisi kini menjadi tantangan bukan? lebih lanjut Mba Cici Desri menjelaskan bagaimana ia menerapkan pola asuh kolaboratif bersama suaminya sebagai support system.
Bahkan untuk mengasah perkembangan sosial emosional anaknya, ia menerapkan cara agar si kecil mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan secara verbal sehingga sebagai orang tua ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh si kecil.
***
Memang tugas dan tanggung jawab sebagai orangtua itu terus belajar ya temans, sehingga bisa beradaptasi sesuai dengan kondisi dalam menerapkan pola asuh agar tumbuh kembang anak optimal dengan baik.
Masa transisi ini dijadikan momen pembelajaran agar anak-anak bisa beradaptasi dan tumbuh sesuai dengan tugas perkembangannya.