Jujur saya sempat merasa insecure takkala melihat postingan foto yang beredar baik di status WA, Facebook, Instagram hingga twitter perihal prestasi anak.
Merasa sedih karena saya ga bisa pamer juga wkwkwk..Sungguh emak-emak menyebalkan. Tapi ini beneran yang saya rasakan.
Saya sampe mikirin, ada apa dengan anak saya? Apa karena saya sibuk? sibuk kerja? sibuk foto? sibuk nulis juga? sibuk mentingin dunia saya sendiri?
Baca yang ini lagi :
Anakku Bukanlah Aku dan Aku Bukanlah Anakku : Stop Jadi Ortu Berambisi
Merasa berdosa, merasa bersalah yang akhirnya menjadi bahan bakar utama emosi saya kepada anak yang tak berdosa.
Ya itu yang saya alami, kebanyakan menuntut anak untuk bisa jadi seperti saya, mengikuti jejak saya HINGGA BENAR_BENAR MELUPAKAN privilege dari Sang Khalik jika anak terlahir berbeda-beda kondisinya.
Astagfirullah...
Aku Cerdas Karena Tidak Bisa Matematika
"Janganlah memaksakan sesuatu yang memang tidak bisa dipaksakan. Tetapi paksakanlah sesuatu yang memang harus dipaksa" Hal.21
Kecewa hingga merasakan trauma serta luka batin membekas. Beruntungnya penulis memiliki keluarga yang hangat utamanya adalah ibunya yang tetap MENDUKUNG dan tidak pernah sekalipun mengecilkan dirinya.
Sehingga ia mampu bangkit, sayangnya titik balik yang penulis lakukan demi mengatasi traumanya malah cenderung seperti kenakalan remaja yah.
Kasus ia dibully itu saat menginjak bangku SMP dan pas masuk SMA ia melampiaskan dengan menjadi murid yang provokator teman-temannya untuk bolos bahkan bohongi ibunya juga udah dianter sampe depang gerbang sekolah malah cabut ke Kang Bubur :p
Lagi-lagi Ibunya menjadi sayap baginya hingga naik kelas 3 SMA ia malah bisa menyabet juara 1 karena masuk IPS dan ia mampu mengenali kekuatannya yakni MENGHAFAL.
Kepercayaan dirinya juga semakin kuat karena ibunya menjanjikan agar dirinya bisa kuliah di Luar Negeri.
See, gelar yang disabet oleh penulis? Marlene R. Tanudjaja, B.comm, M.comm.
Dari buku dengan 181 halaman ini, sungguh membuat banyak pelajaran untuk saya menjadi orang tua yang tak sepenuhnya menuntut tapi justru MENERIMA.
Di hal 17 dalam buku diceritakan jika penulis bertemu seorang narapidana yang dijebloskan karena mencuri. Setelah penulis usut, hal tersebut terjadi karena narapidana itu dulunya gabung dengan kawanan pencuri karena TIDAK TAHAN DIMARAHI OLEH ORANGTUA-nya dengan alasan nilai matematikanya jelek.
Duh sedih banget bukan?
Dalam buku ini juga bahas bagaimana peranan orang tua, guru dan lingkungan. Pesan penting juga untuk guru untuk tidak menghakimi anak muridnya apalagi men-judge anak muridnya. Yuk sama-sama berjuang untuk ciptakan generasi yang cerdas tanpa luka batin.
***
Menjadi orang tua memang harus terus belajar, belajar menerima tak hanya menuntut, belajar mendukung tak hanya memaksa, belajar menginspirasi tak hanya memerintah. Ini yang sudah saya rasakan.
Kesuksesan anak, kepintaran anak ga cuman karena bisa ga bisa soal matematika karena ada banyak kecerdasan yang sudah Allah ciptakan sehingga menjembatani untuk bisa mencapai apa yang namanya sukses.
Demikian temans yang bisa saya bagikan kali ini. Buku ini bagus sih mengugah mindset siapapun untuk merubah konsep konvensional tentang kecerdasan.
Judul Buku : Aku Cerdas Karena Tidak Bisa Matematika
Penulis : Marlene R. Tanudjaja, B.comm, M.comm
Penerbit : Gramedia
ISBN : 978-979-22-6718-1
NAh itulah, kecerdasan selalu identik dengan nilai mengagumkan. Padahal nggak selalu. Duh aku pun harus selalu banyak belajar nih
BalasHapusiya ummi yuk sama2 belajar
HapusThanks for your sharing:)
BalasHapusmy pleasure camda
HapusBagus bgt ini mba, aku juga wajib baca ok ini, karena akupun msh belajar untuk tidak menuntut anak dan memahami kalau anakku tidak bisa matematika namun cerdas di mata pelajaran lainnya.
BalasHapusiya mba kuy bisa baca
HapusMgkin jaman saya dahulu belum ada bully membully namun miris skrng banyak anak saling membully. Kecerdasan tak melulu kaitannya dgn akademis
BalasHapusya sedih yah sampe luka batin ditorehkan
HapusAku kok agak sedih Yaa baca buku ini :(. Inget zaman sekolah, pas papa menganggab aku bodoh Krn ga bisa matematika juga. Padahal dari dulu, aku cuma pengen masuk IPS, Krn aku suka pelajaran2 yg menekankan otak kanan. Cuma boro2 diizinin. Makanya aku bertekad anakku nanti bebas mau masuk jurusan apapun yg dia suka. Krn tau banget rasanya kalo harus mati2an di suatu pelajaran yg ga disukai, tapi tetep gagal dan ujung2nya dianggab bodoh.
BalasHapusiya mba aku juga sedih baca ini :(
Hapus