Memasuki jam istirahat kerja, saya bergegas menuju ATM. Sesampainya di sana, saya menyaksikan seorang pria tua yang sedang asyik menikmati sebatang rokok sambil menanti calon pembeli dagangannya.
Abah begitu sebutan untuknya, seorang kakek yang berjualan rujak. Iba hati ini melihat beliau namun jujur saja saya menyayangkan sekali takkala menyaksikan pemandangan dimana abah dengan khusuknya menyesap nikotin tanpa ada ketakutan jika penyakit sedang mengintainya setiap saat.
"Susah berhentinya Neng" begitu jawaban Abah saat saya menanyakan mengapa masih merokok?
Beliau tetap mengupayakan membeli rokok setiap harinya. Tak peduli lagi dagangannya mengalami untung atau rugi, rokok harus tetap dibeli baik eceran atau sebungkus.
Bahkan yang menyesakkan dada saya adalah saat Abah mengatakan jika ia tak memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS apabila kelak ia menderita penyakit akibat nikotin yang setiap harinya ia hembuskan.
Miris bukan?
Rasanya campur aduk sedih, kecewa mengetahui jika Rokok menjadi prioritas kedua bagi keluarga miskin. Padahal penyakit yang disebabkan oleh rokok itu lebih banyak dan berbahaya tanpa disadari oleh mereka perokok aktif.
Kesulitan untuk berhenti merokok juga disebabkan karena lingkungan dalam lingkarannya yang memaksa mereka untuk menghisap nikotin ini.
Seperti yang Abah ceritakan kepada saya, dirinya mengaku sempat berhenti selama sakit namun kembali lagi untuk merokok karena ditawari oleh teman-temannya.
Akan selalu menarik membahas upaya pemerintah dalam mengurangi beban kesehatan masyarakat terlebih yang disebabkan oleh rokok.
Dan hal ini juga menjadi salah satu pembahasan dalam ruang publik KBR. ID #putusinaja yang dipandu oleh Don Brady.
Menariknya dalam sesi talkshow ini, KBR. ID menghadirkan 2 perwakilan dari 2 kubu Capres Indonesia 2019, ada Bapak Prof. Dr. Hasbullah Thabrany dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo – Ma’ruf Amin, dan juga hadir dr. Harun Albar SpA, M.Kes dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Sebelum pemaparan mengenai langkah preventif yang direncanakan oleh kedua capres terkait dengan pengurangan beban kesehatan akibat rokok, terlebih dahulu talkshow diawali oleh pemaparan dari Bapak Dr. Abdillah Ahsan, Wakil kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI.
Dr. Abdillah mengatakan jika saat ini, Indonesia sedang Ada yang namanya transisi epidemologis, biasanya di negara lain penyakit menular mendominasi sementara di Indonesia semua penyakit sedang meinngkat.
Istilah yang disampaikan adalah Kastratopik jadi orang yang terkena penyakit itu tidak akan bisa ngapa-ngapain, tidak bisa bekerja karena sakit, hal ini tentu saja membebani pelayanan kesehatan, keluarga namun itu semuanya bisa dicegah. Caranya adalah dengan berhenti meorkok atau melalui kebijakn pengendalian maka kualitas kesehatan akan naik dengan baik.
Sejalan dengan pembahasan Dr. Abdillah, sebagaimana yang saya sampaikan di awal fenomena Abah yang merelakan uang dagangannya untuk membeli rokok barangkali ini adalah kasus nyata yang saya temui berbanding dengan data yang relevan dimana berdasarkan persentase keluarga miskin itu memiliki pengeluaran hingga mendominasi untuk memprioritaskan rokok dibandingkan kebutuhan prioritas seperti makanan bergizi.
Data menunjukkan jika di Indonesia, 6 dari 10 keluarga memilih prioritas konsumsi rokok padahal negara lainnya sekitar 2 dari 10 keluarga miskin dengan perilaku merokok tersebut. Kembali dada ini sesak melihat fakta mengerikan ini.
Harapan kedepannya pemerintah mampu mendorong kesehatan masyarakat. Namun kenyataan di lapangan tahun ini saja harga rokok dan cukainya tidak naik artinya pemerintah lebih memprioritaskan industri rokok dibandingkan dengan kesehatan masyarakat.
Bahkan iklan rokok seharunya dilarang di Indonesia karena di negara lain iklan rokok sudah dilarang dan tidak berpengaruh terhadap ekonominya semua baik-baik saja.
Dari riskes 2018 prevalansi anak usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2% - 9,1% sehingga harus menaikkan harga rokok agar tidak terjangkau oleh anak-anak.
Hal-hal inilah yang semestinya menjadi pusat perhatian pemerintah yang terus mengupayakan untuk menekan angka penyakit maupun kematian akibat rokok.
Bapak Prof. Dr. Hasbullah selaku perwakilan capres 01, memaparkan jika upaya yang direncakan pemerintah selanjutnya adalah lebih concern untuk kenaikan harga rokok, menurutnya harga menjadi faktor penting sebagai bahan pertimbangan dalam membeli.
Namun bagi mereka yang sudah kecanduan, masalah harga tidak akan menjadi masalah pasti tetap mereka akan membelinya hanya saja upaya kenaikan harga rokok diupayakan agar anak tidak membeli. Yang belum kecanduan jangan sampai memulai. Dan yang sudah kecanduan bisa menguranginya.
Dengan concern kenaikan harga, diharapkan baik pemerintah maupun DPR tidak perlu takut dengan masalah perekonomian, justru dengan harga rokok dinaikkan maka pemerintah akan mendapatkan uang lebih banyak dari cukai rokok.
Prof Hasbullah juga menjelaskan tentang Cukai yang merupakan denda atas perilaku yang tidak sesuai aturan, sehingga cukai rokok yang didapat itu bisa untuk memberdayakan petani tembakau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dan dalam keadaan yang sama dapat mencegah anak-anak untuk tidak merokok.
Masyarakat yang sudah kecanduan jadi lebih banyak menhabiskan rokok daripada membeli makanan yang bergizi baik untuk anak-anak juga masalah keagamaan. Dari sisi agama merusak diri dan orang lain harusnya kita berani deklarasi haram.
***
Beliau tetap mengupayakan membeli rokok setiap harinya. Tak peduli lagi dagangannya mengalami untung atau rugi, rokok harus tetap dibeli baik eceran atau sebungkus.
Bahkan yang menyesakkan dada saya adalah saat Abah mengatakan jika ia tak memiliki jaminan kesehatan seperti BPJS apabila kelak ia menderita penyakit akibat nikotin yang setiap harinya ia hembuskan.
Miris bukan?
Dekatnya Rokok Dengan Keluarga Miskin
Fenomena ini banyak sekali terjadi tak hanya Abah saja yang terjerat dengan candunya nikotin, namun banyak juga yang berpenghasilan rendah justru mementingkan sebungkus rokok dibandingkan dengan prioritas kebutuhan untuk dirinya dan keluarga.Rasanya campur aduk sedih, kecewa mengetahui jika Rokok menjadi prioritas kedua bagi keluarga miskin. Padahal penyakit yang disebabkan oleh rokok itu lebih banyak dan berbahaya tanpa disadari oleh mereka perokok aktif.
Kesulitan untuk berhenti merokok juga disebabkan karena lingkungan dalam lingkarannya yang memaksa mereka untuk menghisap nikotin ini.
Seperti yang Abah ceritakan kepada saya, dirinya mengaku sempat berhenti selama sakit namun kembali lagi untuk merokok karena ditawari oleh teman-temannya.
Artikel yang ditulis oleh Keith Humphreys seorang profesor dan direktur bidang kebijakan kesehatan mental di Stanford University yang dimuat washingtonpost.com mencoba memberikan jawaban, kenapa orang miskin dekat dengan rokok. Persoalan lingkungan, kalangan atas lebih berpeluang mendapat dukungan lingkungan yang membuat orang bisa berhenti merokok, sedangkan kalangan bawah sebaliknya, bahkan bisa terus kecanduan. Faktor ketidakmampuan dalam mengakses pengobatan kesehatan mental seperti depresi bagi kaum berkantong tipis, juga berperan membuat mereka sulit berhenti merokok. (source : https://tirto.id/)Meskipun lingkungan memiliki andil besar dalam menekan angka perokok aktif namun tentu saja kebijakan pemerintah menjadi tugas utama dalam upaya mengurangi perokok aktif yang menyebabkan meningkatnya penyakit tidak menular di Indonesia.
Akan selalu menarik membahas upaya pemerintah dalam mengurangi beban kesehatan masyarakat terlebih yang disebabkan oleh rokok.
Dan hal ini juga menjadi salah satu pembahasan dalam ruang publik KBR. ID #putusinaja yang dipandu oleh Don Brady.
Menariknya dalam sesi talkshow ini, KBR. ID menghadirkan 2 perwakilan dari 2 kubu Capres Indonesia 2019, ada Bapak Prof. Dr. Hasbullah Thabrany dari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo – Ma’ruf Amin, dan juga hadir dr. Harun Albar SpA, M.Kes dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Apakah Penyebab Permasalahan Beban Kesehatan di Indonesia Saat Ini?
Sebelum pemaparan mengenai langkah preventif yang direncanakan oleh kedua capres terkait dengan pengurangan beban kesehatan akibat rokok, terlebih dahulu talkshow diawali oleh pemaparan dari Bapak Dr. Abdillah Ahsan, Wakil kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FEB UI.
Dr. Abdillah mengatakan jika saat ini, Indonesia sedang Ada yang namanya transisi epidemologis, biasanya di negara lain penyakit menular mendominasi sementara di Indonesia semua penyakit sedang meinngkat.
Dari data terakhir peningkatan paling cepat di Indonesia adalah Penyakit yang tidak menular seperti stroke, kanker dan penyakit yang dipengaruhi oleh gaya hidup tidak sehat. Yakni penyakit-penyakit yang dipengaruhi gaya hidup seperti merokok, minum yang manis, Stress, hingga aktifitas fisik yang tidak banyak, pola makan, khusus yang bisa dicegah adalah merokok. Rokok ini menyebabkan penyakit berbahaya.
Istilah yang disampaikan adalah Kastratopik jadi orang yang terkena penyakit itu tidak akan bisa ngapa-ngapain, tidak bisa bekerja karena sakit, hal ini tentu saja membebani pelayanan kesehatan, keluarga namun itu semuanya bisa dicegah. Caranya adalah dengan berhenti meorkok atau melalui kebijakn pengendalian maka kualitas kesehatan akan naik dengan baik.
Sejalan dengan pembahasan Dr. Abdillah, sebagaimana yang saya sampaikan di awal fenomena Abah yang merelakan uang dagangannya untuk membeli rokok barangkali ini adalah kasus nyata yang saya temui berbanding dengan data yang relevan dimana berdasarkan persentase keluarga miskin itu memiliki pengeluaran hingga mendominasi untuk memprioritaskan rokok dibandingkan kebutuhan prioritas seperti makanan bergizi.
Data menunjukkan jika di Indonesia, 6 dari 10 keluarga memilih prioritas konsumsi rokok padahal negara lainnya sekitar 2 dari 10 keluarga miskin dengan perilaku merokok tersebut. Kembali dada ini sesak melihat fakta mengerikan ini.
Penyebab Konsumsi Rokok Meningkat Di Indonesia
Sebenarnya dengan fenomena yang terjadi saat ini menyebabkan rokok menjadi beban kesehatan, dimana menurut Dr. Abdillah ada beberapa penyebab konsumsi rokok meningkat di Indonesia, diantaranya adalah :- Penjualan rokok masih laku keras
- Harga rokok sangat murah dimana harga termurah 5000 isi 12 batang sehingga sangat terjangkau oleh anak-anak
- Peringatan bergambar masih 40% padahal negara lain sudah mencapai 80%
- Adanya iklan rokok yg menampilkan murahnya harga rokok
- Para elite masih menganggap rokok itu tidak masalah, hal ini terlihat dimana anggota DPR masih banyak merokok, politisi yangg kunjungan ke industri rokok masih dipuji-puji sedangkan di negara lain sudah blaming. Hal inilah yang berpengaruh terhadaa pembuatan kebijakan
- CSR Rokok masih banyak
- Kawasan tanpa rokok sudah meningkat tapi pelaksaanaanya masih minim sekali
Harapan kedepannya pemerintah mampu mendorong kesehatan masyarakat. Namun kenyataan di lapangan tahun ini saja harga rokok dan cukainya tidak naik artinya pemerintah lebih memprioritaskan industri rokok dibandingkan dengan kesehatan masyarakat.
Bahkan iklan rokok seharunya dilarang di Indonesia karena di negara lain iklan rokok sudah dilarang dan tidak berpengaruh terhadap ekonominya semua baik-baik saja.
Dari riskes 2018 prevalansi anak usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2% - 9,1% sehingga harus menaikkan harga rokok agar tidak terjangkau oleh anak-anak.
source : https://tirto.id/ |
Hal-hal inilah yang semestinya menjadi pusat perhatian pemerintah yang terus mengupayakan untuk menekan angka penyakit maupun kematian akibat rokok.
Upaya CAPRES 01 Vs CAPRES 02 Mengurangi Beban Kesehatan Akibat Rokok
Menjadi tugas pemerintah untuk membenahi kasus ini, bagaimana kira-kira upaya yang direncanakan kedua capres tahun 2019 ini terkait permasalahan rokok?Berikut paparan dari kedua perwakilan capres 01 maupun 02.
Upaya Stategis Dari Capres 01
Namun bagi mereka yang sudah kecanduan, masalah harga tidak akan menjadi masalah pasti tetap mereka akan membelinya hanya saja upaya kenaikan harga rokok diupayakan agar anak tidak membeli. Yang belum kecanduan jangan sampai memulai. Dan yang sudah kecanduan bisa menguranginya.
Dengan concern kenaikan harga, diharapkan baik pemerintah maupun DPR tidak perlu takut dengan masalah perekonomian, justru dengan harga rokok dinaikkan maka pemerintah akan mendapatkan uang lebih banyak dari cukai rokok.
Prof Hasbullah juga menjelaskan tentang Cukai yang merupakan denda atas perilaku yang tidak sesuai aturan, sehingga cukai rokok yang didapat itu bisa untuk memberdayakan petani tembakau mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dan dalam keadaan yang sama dapat mencegah anak-anak untuk tidak merokok.
Penyebab penyakit tidak menular meningkat pada dasarnya tidak hanya karena rokok tapi juga karena perilaku, semakin makmur maka semakin ga bagus pola makannya banyak garam, banyak faktor tapi rokok ini bagian yang mengancam. Rokok itu tidak hanya mengancam kesehatan tapi juga mengancam sosial ekonomi.
Masyarakat yang sudah kecanduan jadi lebih banyak menhabiskan rokok daripada membeli makanan yang bergizi baik untuk anak-anak juga masalah keagamaan. Dari sisi agama merusak diri dan orang lain harusnya kita berani deklarasi haram.
Upaya Strategis Dari Capres 02
Bapak Harun Albar selaku perwakilan Capres 02 memparkan jika para perokok itu merupakan korban dari nikotin, sehingga ada baiknya tidak memberikan stigma bahwa mereka perokok aktif adalah biang kerok masalah kesehatan.
Perilaku merokok itu hanya aktifitas menghisap lalu meniup karena stress menunjuukan kegalauan seseorang.
Bagi pihak 02 sendiri, upaya pencegahan merokok bagi kesehatan itu terdiri atas 2(dua) langkah yakni langkah medis dan non medis. Pihak 02 sudah mempersiapkan bagaimana caranya agar bisa mengurangi defisit. Dengan sektor non medis diperbaiki semuanya akan senang.
Langkah yang diupayakan kelak dari tim CAPRES 02 diantaranya adalah :
✔ Revitalisasi Puskesmas, yakni dengan mengkader emak-emak di puskesmas dan posyandu caranya dengan menyebarkan hestek Bahagia tanpa nikotin.
✔ Memprioritaskan Say NO DNER (depresi, narkoba, aids dan rokok)
✔ Bekerja sama dengan pihak terkait diantaranya ada pemerintah mengajak komisi perlindungan anak, komisi TV, DINSOS bahkan juga merangkul MUI dan melakukan terobosan yang holistik. Yakni dengan mengupayakan agar industri rokok bisa inovasi membuat rokok tanpa nikotin atau melegalkan VAPER namun sebaiknya memang tidak usah merokok.
Mau berapapun harga rokok, kalau sudah kecanduan nikotin maka akan dibeli, narkoba saja harganya selangit terbeli. Keluarga miskin itu harusnya nomer satu itukan membelinya beras, keduanya adalah rokok, jika menaikkan harga rokok maka pengeluaran pertama itu adalah rokok bukan beras lagi maka pencegahannya harus holistik. Jangan hanya menaikkan harga tapi pencegahan yang holistik.
***
Dari pemaparan upaya strategis yang dipaparkan oleh perwakilan masing-masing CAPRES, menurut Dr. Abdillah tidak adanya statement yang jelas bagaimana upaya untuk menurunkan konsumsi rokok secara eksplisit. Sebagain besar upaya yang hendak dilakukan baik dari CAPRES 01 maupun 02 hanya concern pada penanganan kuratif saja. Langkah-langkah pencegahannya sendiri tidak ditulis ini menunjukkan komitmen yang lemah.
Menurut temans bagaimana? Semoga kedepannya siapapun presidennya mampu berkomitmen untuk action dalam kasus rokok ini.
Senada dengan kesimpulan Dr. Abdillah, pendapat pribadi saya selaku masyarakat yakni masih menghendaki komitmen yang kuat dari segenap pemerintah untuk memerangi rokok sebagai salah satu penyebab menurunya kesehatan.
Well, apa yang bisa temans support untuk kasus ini? yuk sharing di kolom komen.
Demikian pembahasan mengenai rencana upaya pemerintah dalam mengurangi kesehatan akibat rokok. Semoga baik itu Capres 01 ataupun Capres 02 yang terpilih kelak mampu merealisasikan segala upaya yang telah dituliskan sebagai visi misi pemerintahan 2019 -2024 menjadi Indonesia hebat!
Menurut temans bagaimana? Semoga kedepannya siapapun presidennya mampu berkomitmen untuk action dalam kasus rokok ini.
Senada dengan kesimpulan Dr. Abdillah, pendapat pribadi saya selaku masyarakat yakni masih menghendaki komitmen yang kuat dari segenap pemerintah untuk memerangi rokok sebagai salah satu penyebab menurunya kesehatan.
Well, apa yang bisa temans support untuk kasus ini? yuk sharing di kolom komen.
Demikian pembahasan mengenai rencana upaya pemerintah dalam mengurangi kesehatan akibat rokok. Semoga baik itu Capres 01 ataupun Capres 02 yang terpilih kelak mampu merealisasikan segala upaya yang telah dituliskan sebagai visi misi pemerintahan 2019 -2024 menjadi Indonesia hebat!
Source :
- http://www.depkes.go.id/article/print/16060300002/htts-2016-suarakan-kebenaran-jangan-bunuh-dirimu-dengan-candu-rokok.html
- https://tirto.id/perokok-indonesia-semakin-muda-cG73
- https://www.facebook.com/beritaKBR/videos/791506327902890/