Hai teman-teman, bagaimana target membacanya? sudah tercapai? kalau belum yuk ah di geber masih ada waktu penuhi target membaca bukunya di tahun 2017 ini. Kali ini saya mau berbagi salah satu buku keren versi saya buat teman-teman.
Tahukah temans, tanggal 21 September yang artinya jatuh pada hari kemarin diperingati sebagai hari Alzheimer Internasional? berkaitan dengan Alzheimer ini saya punya buku yang berjudul "Ketika Ibu MelupakanKu" buku yang dirilis tahun 2014 namun baru bisa saya baca tahun 2017 ini mengisahkan tentang Alzheimer.
Awal ketertarikan saya membaca buku ini karena melihat daftar di goodreads hingga akhirnya saya memutuskan membeli buku ini. Dari judulnya saja sudah bikin saya tertarik apalagi dengan kondisi saya pun mengalami kehilangan ibu dalam arti yang sebenarnya meski alm. ibu pergi bukan karena penyakit ini.
Adalah DY Suharya dan Dian Purnomo yang menuliskan buku ini. Dan tulisan ini mengalir dari sudut pandangnya sebagai anak bungsu dari pasangan Yaya Suharya & Tien Suhertini. Beberapa kali mata ini berembun membaca setiap kisah yang dituliskan dengan apik oleh DY ini.
Mengawali kisahnya melalui tragedi 11 September 2001 New York yang pada akhirnya menjadi titik balik DY untuk kembali "Pulang" ke Jakarta. Selama bertahun-tahun ia memutuskan pergi jauh dari rumah karena ketidaknyamanan yang ia rasakan di rumah.
Apa sebab? perang dingin antara mama dan papanya yang acapkali bertengkar tanpa ada penyelesaian. Masalah-masalah sepele menjadi pertengkaran antara kedua orangtuanya.
Editor : Mirna Yulistianti
Penerbit : Gramedia
ISBN :978-602-03-0943-9
Cetakan pertama, November 2014
Awal ketertarikan saya membaca buku ini karena melihat daftar di goodreads hingga akhirnya saya memutuskan membeli buku ini. Dari judulnya saja sudah bikin saya tertarik apalagi dengan kondisi saya pun mengalami kehilangan ibu dalam arti yang sebenarnya meski alm. ibu pergi bukan karena penyakit ini.
Adalah DY Suharya dan Dian Purnomo yang menuliskan buku ini. Dan tulisan ini mengalir dari sudut pandangnya sebagai anak bungsu dari pasangan Yaya Suharya & Tien Suhertini. Beberapa kali mata ini berembun membaca setiap kisah yang dituliskan dengan apik oleh DY ini.
Mengawali kisahnya melalui tragedi 11 September 2001 New York yang pada akhirnya menjadi titik balik DY untuk kembali "Pulang" ke Jakarta. Selama bertahun-tahun ia memutuskan pergi jauh dari rumah karena ketidaknyamanan yang ia rasakan di rumah.
Apa sebab? perang dingin antara mama dan papanya yang acapkali bertengkar tanpa ada penyelesaian. Masalah-masalah sepele menjadi pertengkaran antara kedua orangtuanya.
"Mama tidur di kamar belakang yang ukurannya terlalu besar untuk ditempati sendiri. Sementara papa di kamar lain di bagian depan rumah kami. Alasan mereka tidak tidur sekamar karena mama tidak tahan dengan dengkuran papa. Bagian ini, no worrie, mama tidak berlebihan dan aku menghargai keputusan mama. Tetapi mungkin dampak dari ketidakdekatan fisik itu juga berpengaruuh pada kerenggangan secara psikis. Emotional distant to be precise. ( Hal. 45)"
Menetap di Jakarta dan hampir selalu mendapati keluhan mama tentang papa membuat DY pun memutuskan pergi kembali bekerja di luar Jakarta. Ya DY lebih memilih untuk pergi atas kondisi rumah yang seperti itu tanpa menyadari itulah keanehan-keanehan yang ibunya tunjukan. Hingga keputusan akhir DY melanjutkan Studi di Australia menghindari perang dingin papa dan mamanya meski menjadi penengah namun tak mampu selesaikan masalah-masalah sepele yang terjadi.
Saat DY mendapatkan beasiswa melanjutkan program Ph. D di Australia keadaan membuatnya bimbang untuk melanjutkan studinya. Kabar dari papa tentang mamanya membuatnya antara 2 pilihan, dimana mimpinya merupakan kebanggaan untuk DY menjadi yang pertama meraih gelar tersebut di dalam keluarganya.
Mengejar Mimpi atau Menemani Orangtua? begitulah dua pilihan yang memenuhi benaknya hingga akhinrnya saya membaca part yang membuat mata saya kembali berembun.
"Orangtua kita, bukankah mereka semesta kita?, ketika kita belum memiliki dunia sendiri?mereka adalah tempat kita berlari, menangis, meminta segala sesuatu. Terlebih lagi IBU. Pada ibu, pertama kita tersimpan di rahminya, pada ibu kita menyusu, pada ibu kita mendapatkan kasih sayang. Kalimat pertama juga ibu yang mengajarkan pada kita. Ibu jugalah mainan pertama kita. Mereka adalah utusan Tuhan yang terdekat untuk kita. Our beloved Parents (hal 87-88)"
Melihat kondisi seperti itu tentu hal serupa yang akan saya putuskan jika saya menjadi DY, menemani mama yang akhirnya divonis dengan penyakit Alzheimer dengan Vascular Dementia. Pemeriksaan yang dilakukan dokter dengan pertanyaan sederhana dan mama tidak bisa menjawabnya.
Buku dengan 183 halaman ini selain menceritakan tentang Mama DY pengidap Alzheimer juga dilengkapi dengan berbagai cerita dari caregivers yang memiliki pengalaman serupa dengan DY. Yang membuat DY dan keluarga menemukan titik balik tentang arti keluarga yang selama ini hilang karena sikap mama mereka yang dirasa menyebalkan, menjengkelkan semua orang.
Satu bab tentang Jurnal kesehatan & kasih Sayang sungguh membuat saya lagi dan lagi berembun (cengeng banget yah 😂) isinya tentang catatan kesehatan Mama Tien dan bagaiamana anak-anak serta papa mereka merawat mamanya.
Dalam bab "Seandainya" DY merutuki dan menyesal seandainya 20 tahun yang lalu ia tidak menjadi orang yang ikut memanjakan serta membiarkan kebiasaan mama berteriak dan menjerit ketika sedang marah. Seandainya ia tahu bahwa kemarahan mama yang meluap-luap, kesulitannya mengontrol emosi semata-mata hanyalah gejala demensia yang sudah mulai muncul, mestinya ia tidak akan memperlakukan mama seperti itu.
Bahkan ketika DY membuat video untuk ulangtahun pernikahan papa-mamanya, DY belum menyadari satu pertanyaan yang dijawab berbeda-beda oleh mamanya itu juga menandakan gejala dementia. Melalui kejadian yang menimpa mamanya menginspirasi DY pula untuk mendirikan yayasan Alzheimer Indonesia (ALZI).
Akhirul kalam, dari buku ini saya belajar untuk bisa peka dengan lingkungan terdekat, konflik yang ada semestinya di selesaikan jangan menjadi pintu masuk untuk hal-hal yang negatif sama halnya seperti penyakit alzheimer ini. Istilahnya Fight or Flight (hal .92).
ketahuilah temans penyakit Alzheimer belum ada obatnya selain disebut sebagai silent killer juga terbukti Alzheimer's the disease of love. Jadi gimana? masih mau bersikap acuh dengan lingkungan?memilih flight ketika ada masalah?silahkan dijawab masing-masing. Overall buku ini tak hanya memberikan insight tentang ODD (orang dengan dementia) akan tetapi juga bagaimana mengasah awareness kita dengan lingkungan terdekat.
"Menyadari semua yang telah dilupakan oleh orang yang kita cintai itu lebih sakit meskipun fisiknya masih bersama kita. Selagi mereka masih mengingat ukirlah setiap moment untuk bisa diabadikan menjadi kenangan terindah."
Demikian yang bisa saya bagikan tentang buku keren yang sudah saya baca, semoga bisa bermanfaat 💋.
Judul buku : Ketika Ibu Melupakanku
Penulis : DY Suharya & Dian PurnomoEditor : Mirna Yulistianti
Penerbit : Gramedia
ISBN :978-602-03-0943-9
Cetakan pertama, November 2014
183 Halaman
makasih revuiewnya, jadi penasaran juga
BalasHapusyuk baca mba
Hapus