Kemarin pagi ketika saya memburu menit absen yang sudah melampaui batas dengan setengah berlari tiba-tiba dicegat sama innova putih (macam cewek yang lagi dikejar cowok ala FTV) lalu sang pemilik mobil manggil dari dalam dan berteriak "Say (sayur maksudnya kali y) anakqu ada PR bahasa sunda lagi ni nanti tolong kerjain y". Alamak Hayati sibuk ada aza yang begini untunglah saya baik hati dan rajin membantu hahaha.
Ini adalah kali ke-2 sebut saja Bapak S yang meminta bantuan saya untuk mengerjakan PR bahasa sunda anaknya yang masih SD. Awal pertama dia minta bantuan saat itu bulan februari 2016, saya lagi berkutat ngerjain final hasil KPI&PA all karyawan kebayang dunk sibuknya saya saat itu. Saya mesti aktif angkat telepon, balesin email, balesin skype, balesin BBM yang masuk karena KPI. Pasalnya final nilai KPI ni buat kenaikan gaji makanya saya dicari (macam buron sajalah hohoho). Lagi keadaan gitu, tiba-tiba Bapak S datang ke meja dengan menyerahkan secarik kertas berisi soal bahasa sunda. "Say tolong dunk ini PR anak gw, gw kagak ngerti ni tolong yah ntar gw ambil".
Bapak S memang memiliki peranan penting pokoknya levelnya diatas manager, yah apa boleh baut saya yang uda ditembak duluan otomatis ngerjain tuh PR untunglah PR-nya gampang saya masih bisa ngerti bahasa sundanya. Lalu mungkin si anak dapat nilai bagus pas PR pertama maka kembalilah bapak S kepada saya kemarin. Pas liat PR-nya yang kemarin alamak saya aza sundanya masih belang betong suruh bikin karangan. Akhirnya saya pake translate indonesia-sunda. Akhirnya saya lupa ngasi PR-nya kembali pun sama Bapak S kayaknya lupa mau ambil juga. Maka tadi malam Bapak S telepon minta PR-nya difotoin. Untung juga saya print hasilnya jadi clear sudah. (kerempongan ortu hanya demi secarik PR doank).
Kisah diatas tentunya banyak terjadi pada orangtua yang ga pengen anaknya susah, yang akan selalu helpful jika anaknya mengalami kesulitan meskipun kesulitan itu sepele bagi sebagian orang. Saya jadi teringat dengan prolog dalam buku yang saya baca (lagi-lagi Buku Sebening Air Perigi, Bu Yeti).
Prolog buku itu berbunyi seperti ini :
"Bila kita memiliki air jernih dan menuangkannya ke dalam gelas orang lain, maka air itu akan segera habis, karena diminum pemiliknya, dibuang atau bahkan karena menguap. dan ketika habis, ia berharap ada orang lain yang menuangkan kembali air jernih tersebut. Sekarang bayangkan bila kita mengajarkan seseorang menggali sumur. Berat prosesnya, makan waktu lama dan air yang diperoleh keruh pada awalnya. Tapi setelah berjalan seminggu kemudian, si pemilik sumur dapat memperoleh air jernih kapanpun ia mau tanpa harus bergantung kepada orang lain."
Sumber : google
Saya setuju dengan filosofi itu dalam mendidik anak yang mana yang mau kita lakukan?kita sebagai ortu memilih untuk MEMBERI atau memeilih berpeluh dengan mengajarkan anak MENGGALI potensi dirinya?
Berasa ketabok banget baca buku ini dan membandingkan dengan kisah Bapak S. Mau seperti apa nanti masa depan anak kita jika kita lebih sering MEMBERI sudah pasti anak menjadi ketergantungan terlebih ortu seperti bapak S memiliki "power". Yang dengan satu jari semua keinginan anak bisa terselesaikan dengan gampang. Usia kita sebagai ortu tentu tidak akan panjang, sehingga kita perlu mempersiapkan sedini mungkin. Ya tak perlu panjang lebar menceritakan bagaimana ending ketika ortu tiada harta ludes, terjadi pada anak-anak yang terdidik dengan menuangkan segelas air.
Sempat baca juga tulisan kenapa Indonesia kebanyakan menjadi customer bukan produsen?karena kita dididik sedari kecil oleh ortu untuk lebih banyak membeli, baju copot kancing beli lagi yang baru, mainan rusak langsung beli lagi yang baru. Tanpa disadari kita mendidik anak konsumtif *hiks saya juga gitu soalnya :p.
Sempat baca juga tulisan kenapa Indonesia kebanyakan menjadi customer bukan produsen?karena kita dididik sedari kecil oleh ortu untuk lebih banyak membeli, baju copot kancing beli lagi yang baru, mainan rusak langsung beli lagi yang baru. Tanpa disadari kita mendidik anak konsumtif *hiks saya juga gitu soalnya :p.
Berkaca dari kasus Bapak S, jika saya jadi Bapak S, saya tidak akan membiarkan anak sebagai anak ketergantungan, proses belajarnya dimana?jika serba dikerjain orang?iya PR masih bisa bohongin guru kalau yang ngerjain sendiri tapi pas ujian gimana?mau pake 50:50?atau call the fren?wasalam deh kalau gitu.
Sebagai ortu pengennya kelak anak bisa usaha sendiri dulu jika tidak bisa maka baru meminta tolong itupun dengan catatan ada progress yang dikerjakan. Saya ga ingin justru menyesatkan dengan pertolongan ibu peri yang selalu ada setiap kesulitan yang dia hadapi. Saya ga ingin hasil baik tapi prosesnya ancur dengan keras saya SAY NO, saya ingin anak bisa menyadari bahwa untuk sampe ke finish ada usaha sendiri, ada kejujuran yang mengiringi, ada proses yang harus dilalui, ada peluh dan air mata serta ada doa yang teriring setiap langkahnya. Give your best!
Sebagai ortu pengennya kelak anak bisa usaha sendiri dulu jika tidak bisa maka baru meminta tolong itupun dengan catatan ada progress yang dikerjakan. Saya ga ingin justru menyesatkan dengan pertolongan ibu peri yang selalu ada setiap kesulitan yang dia hadapi. Saya ga ingin hasil baik tapi prosesnya ancur dengan keras saya SAY NO, saya ingin anak bisa menyadari bahwa untuk sampe ke finish ada usaha sendiri, ada kejujuran yang mengiringi, ada proses yang harus dilalui, ada peluh dan air mata serta ada doa yang teriring setiap langkahnya. Give your best!