I'm writing about...

Kasih Ibu Sepanjang Masa..


Dear Anakku, terlahir sebagai perempuan kelak kau pun akan menjadi ibu. Sama posisinya seperti bunda saat ini menjadi ibu untukmu. Anakku kali ini akan bunda ceritakan sosok Enin Aan yang tak pernah kau lihat selama ini. Enin Aan adalah ibu dari bunda, bunda sedari kecil memanggilnya Mamah. Memori bunda akan Enin tak lekang oleh waktu, takkan pernah terhapus bahkan hingga saat ini bunda akan selalu menitikkan air mata mengenang beliau.


Enin, nama lengkapnya Aan Suhermiyati, lahir di Kota Cirebon pada tanggal 06 Mei 1956. Anak ke-8 dari 9 bersaudara. Urutan saudara sekandungnya sebagai berikut :
1. Aki Mumuk Alm., bunda pun tak pernah melihat beliau karena meninggal diusia muda meninggalkan 3 anak, 2 putra : Ua Agus, Ua Andi dan 1 putri : Ua Erna. Keluarga mereka tinggal di Sumedang bersama Enin Lilis. 
2. Enin Cucu, tinggal di Jakarta bersama Ua Enkun, dulu saat bunda kecil Enin Cucu kerja di Arab Saudi. 
3. Aki Arif, tinggal di Majalengka bersama Enin Mimin keduanya bekerja sebagai PNS. Putranya Ua Meli dan Ua Mela tidak mampu ikuti jejak kedua orang tuanya mereka hanya wirausaha.
4. Enin Tati, tinggal di Majalengka. Dulunya pengusaha kue sukses namun sekarang usahanya sudah tak sejaya dulu. Putrinya 1 bernama Ua Tia yang tinggal di Cilengkrang saat kau berumur 1 bulan mereka datang menjenguk.
5. Aki Nanan, tinggal di Majalengka bersama Enin Engkar. Aki Nanan seorang guru SMP dan memiliki 1 putra Ua Ena dan 1 putri Ua Ane.
6. Aki Cecep, tinggal di Cirebon bersama Enin Wati. Aki cecep masih bekerja sebagai PNS dan memiliki 2 putri : Ua Vanny dan Ua Vinna.
7. Enin Neni atau Enin Serang tinggal bersama Engki Dedi. Engki Dedi pensiunan swasta PPM kemudian saat ini buka usaha Optik di Cilegon. Tidak memiliki putra/putri, namun ia menganggap bunda n Momy Vie adalah anaknya.
8. Enin Aan
9. Enin Ente, tinggal di Majalengka bersama Aki UU yang pensiunan PNS kehutanan. Memiliki 3 putra dan 1 putri, Mang Ajat, Mang Adi, Mang Aep dan Bi Rose.

Enin Aan besar di Majalengka, Kedua orang tua Enin yaitu Uyut Siti Khadijah (Nek Ijoh bunda menyebutnya) seorang Kepala Sekolah dan Tukang Masak, Sedangkan bapaknya Enin yaitu Uyut Oneng (Aki Oneng) adalah seorang Tentara Republik Indonesia. Keluarga Uyut sangat terkenal di Majalengka terlebih Cicit dulu terkaya disana namun ditipu oleh Belanda sehingga habis seluruh hartanya begitu cerita menurut Enin Aan. Bunda tak terlalu banyak tahu kehidupan kecil Enin.

Menikahlah Enin bersama Kakek Mul, terlahirlah Momy Vie dan Bunda. Enin Aan dulu juga bekerja sama seperti bunda. Masih ingat dalam ingatan bunda foto Enin yang tengah mengandung bunda sedang bersama rekan kerjanya menggunakan dress warna hijau dengan perut membuncit. Enin cantik sekali badannya masih kecil sama seperti bunda. Lalu memutuskan tidak bekerja karena pengasuh yang dulu bernama Arie memutuskan menikah dan tinggal bersama suaminya di kampung.
Jadilah Enin full time mommy. Enin Aan pandai sekali memasak apapun masakannya enak bahkan ia pandai membuat kue. Menurut cerita, saat muda Enin rajin ikut Uyut memasak jika uyut mendapat project memasak di Hajatan. Tak heran Enin Aan begitu pandai memasak. 

Enin Aan, galak dan ga sabaran jika mengajarkan bunda ataupun momy vie. Kadang cubitan maut mendarat di paha karena kami yang bandel. Namun itu tidak membuat kami membenci beliau karena mungkin itu caranya agar kami paham sedangkan dengan cara halus tak mempan. Enin selalu mensupport kami anak-anaknya agar memiliki pendidikan yang tinggi. Ia tak mau kami anak-anaknya seperti dia yang hanya lulusan SMA. Yang bunda tahu Enin memiliki ingatan yang kuat tak heran kalau bunda pun memiliki kemampuan yang sama hehehe memuji sedikit bunda.
Dalam menjalin hubungan dengan orang lain, Enin pandai bersosialisasi, jiwa sosialnya pun tinggi. Ia selalu aware dengan tetangga sekitar. Kenalannya banyak. Tidak kan heran jika bunda pergi bersama Enin maka setiap berpapasan dengan orang lain dimana saja tentunya Enin kenal. Meskipun ia hanya seorang Ibu rumah tangga. Sebagai istri seorang PNS maka Enin pun aktif dalam kegiatan dharma wanita. 

Kami dituntut untuk beribadah maka bunda pun sedari kecil dimasukkan sekolah pengajian (sempat disinggung disesi aktif dalam kegiatan sekolah maupun luar sekolah). Enin akan marah besar jika bunda tidak solat. Dimata bunda, Enin rajin beribadah. Puasa senin - kamis, puasa jika bunda n momy ujian, solat tahajud. Bunda masih ingat kala itu masih duduk di SMP, bunda mendengarkan doa Enin saat tahajud Enin menangis mendoakan agar kami anak-anaknya menjadi anak solehah, tercapai cita-citanya. Bunda yang mendengarkan pun turut menangis kala itu. 
Mengantar dan kadang menjemput bunda sekolah, atau diam-diam mengikuti saat bunda lomba menjadi penonton setia bunda yang memberikan semangat meski kadang bunda tak harapkan kehadirannya karena akan membuat bunda nervous. 
Ada kejadian mengharukan, kala itu bunda masih kelas 5 SD. Siang itu bunda diminta Enin membeli soto yang jauh dari rumah. Biasanya Enin suka ikut tapi kala itu bunda dibiarkan membeli sendiri. Berangkatlah bunda membeli soto, karena banyak yang beli maka si tukang soto pun membiarkan anak kecil seperti bunda terakhir dilayani. Menunggulah bunda hingga lama sekali dan hujan pun turun. Bunda pun akhirnya berdiam menunggu disana, tak lama Enin menyusul mencari-cari bunda takutnya main bukannya langsung pulang ditambah hujan turun. Enin berkaca-kaca pas melihat bunda ada ditukang soto. ehhehe..

Kerjaan kakek sebagai PNS yang suka pindah-pindah membuat Enin pun harus mengikuti kemanapun kakek pindah. Kakek itu galak sama Enin, kalau makan rewelnya minta ampun. Kadang bunda sedih jika masakan Enin tidak ada yang makan. Ditambah kena omelan kakek, Enin cuma diam tidak pernah melawan terlebih ada bunda yang melihat. 
Jika bunda sakit, dengan telaten enin merawat. Bunda masih suka disuapin Enin meskipun sudah besar. Sedih adalah saat bunda harus kost untuk kuliah dan jauh dari Enin. Saat bunda kuliah di Cimahi, bersama Enin mencari kostan, ditemani saat Ospek, bahkan Enin sampe rela menunggu bunda selesai Ospek. Teman 1 kelompk bunda saat Ospek pun bilang itu ibunya yang nungguin cantik yah. Enin memang cantik meski sudah tua hidungnya mancung sekali sama seperti momy Vie.
Bunda masih ingat pelukan Enin saat esok hari bunda harus ke Bandung, malam itu Enin memeluk erat dan berkata " Mamah ga akan ninggalin Ade" bunda menangis dalam pelukannya. Karena dulu belum ada tol Cipularang, dimana Bandung - Bekasi ditempuh perjalanan yang lama. Maka bunda pun jarang pulang terlebih harus menghemat uang bekal.

Oiya saat SMU kelas 3, dulu Uyut Tangerang (ibunya kakek) mengalami koma karena pecahnya pembuluh darah diotak. Sehingga Enin Aan yang memang tidak bekerja dengan sukarela merawat dan menunggui Uyut di Tangerang. Sementara bunda harus sekolah maka bunda tinggal bersama Enin Neni dan Enki Dedi. Kebetulan rumah mereka pun dekat dengan sekolah. Sedangkan momy Vie ada di Bandung sudah kuliah. Meski katanya Enin tak disukai oleh Uyut Tangerang namun justru Enin Aan lah yang merawat saat beliau sakit hingga pembolongan dan pemasangan selang dari tenggorokan. 10 hari dirawat dan pihak RS angkat tangan dibawalah Uyut pulang lalu meninggal esok harinya. Kala itu bunda yang sedang sekolah dijemput kakek untuk segera ke Tangerang ikut menguburkan Uyut. Sejak saat itu pula bunda akhirnya tinggal di Enin Neni. Setiap weekend Enin Aan menjemput dan menengok. 

Akhirnya tak seperti cerita dalam dongeng, tahun 2008 1 bulan setelah Idul fitri Enin Aan meninggal di tanggal 09 november. Ia tak banyak cerita tentang sakitnya, ia tak banyak merepotkan kami yang masih hidup. Meninggalnya cepat dan dalam keadaan sujud semoga itulah tanda meninggal dengan khusnul khotimah. Ia meninggalkan banyak kenangan dan ternyata ia memliki 1 anak asuh yang yatim dan ia biayai sekolahnya kebetulan adalah satu kompleks dengan kami. Proses penguburannya pun tak merepotkan kami, ternyata diam-diam sudah ia persiapkan rumah barunya. Kami semua kehilangan Ia, seminggu setelah Enin pergi datang seorang nenek pemulung kerumah, nenek itu berkata "kemana ibu yang baik hati?yang biasa duduk disini?" dijawab meninggal, menangislah nenek tersebut betapa banyak yang kehilangan Enin.

Pesan terakhirnya untuk bunda adalah "Ade kapan sidang?mamah tunggu". 1 bulan sebelum kepergiannya, kala itu bunda pulang liburan karena memang libur idul fitri. Kami bertiga masih melaksanakan solat IED bareng dan posisi Enin ditengah. Di Sore hari di teras rumah kami, sambil menikmati bunga yang selalu Enin tanam, Enin tiba-tiba berkata "De jika nanti wisuda biarlah Mah Eni yang duduk didalam Mamah melihat dari luar saja, karena kan mamah sudah pernah melihat teteh wisuda. Terus kalau sudah dapat kerja tinggallah dengan Mah Eni y kasian ga punya siapa-siapa" kala itu bunda menjawab "Ga mau Mah pokonya nanti Mamah harus liat karena Ade Mahasiswa terbaik duduknya didepan dan dipakein selendang sama rektor, lagian nanti kerja ya mau disini saja". 
Malam sebelum bunda balik ke Bandung, Enin Aan rencananya akan foto untuk KTP barunya lalu bunda yang mendandani beliau, bunda bilang "Mamah cantiknya" Enin hanya tertawa. Itulah pertemuan terakhir bunda bersama  Enin, kebersamaan bunda bersama Enin. 
Hari itu hari minggu tanggal 09 november 2008, Enin pergi untuk selamanya kembali kepada yang memilikiNya. Bunda ikut memandikannya, mengkafaninya hingga menguburkannya. Sedang Momy Vie berulang kali pingsan tak sanggup melihat Enin pergi. 
Benarlah apa yang Enin ucapkan sore itu, Maret 2009 saat bunda diselempangkan menjadi wisudawan fak. psikologi terbaik bukan Enin yang menyaksikan tetapi Enin Neni. Keluarga menangis dan memeluk bunda atas keberhasilan bunda menyelesaikan apa yang menjadi keinginan Enin. 

Pahit pula bagi bunda karena akhirnya kakek memutuskan menikah kembali tanpa restu bunda hanya 2 bulan setelah kematian Enin.Yang bunda ingat, saat itu bunda menangis karena tahu Kakek menikah esok harinya. Semalaman bunda menangis lalu tertidur dan bermimpi Enin duduk menggunakan baju putih sementara bunda bersimpuh dan menyandarkan kepala ke pahanya, tangannya mengelus kepala bunda dan tersenyum ia berkata "Ikhlaskanlah nak Mamah juga sudah mengikhlaskannya". Jika mengingat itu bunda masih selalu menangis, saat mengetik ini pula bunda menitikkan air mata. Terlalu banyak kenangan yang indah, terlalu banyak penyesalan akan ketidakmampuan bunda membahagiakan dirinya saat beliau masih disini.

Keberuntungan bunda saat ini adalah akumulasi doa-doa yang enin panjatkan selama hidupnya. Dan saat ini adalah doa-doa bundalah yang dipanjatkan untuk Enin semoga Alloh memberikan yang terbaik atas semua yang telah ia lakukan. 
Anakku, tak sempat Enin melihat dan menggendongmu, tak pernah mendengar celotehanmu, tak sekalipun Enin bisa memelukmu bahkan nasehat yang panjang untuk ia berikan kepadamu tak sempat Enin sampaikan.
Anakku, blog ini pun bunda buat sengaja untuk kau baca, berharap suatu hari nanti jika bunda sama seperti Enin tak sempat berbagi pengalaman maka bacalah ini supaya kau tahu seperti apa bunda, kegiatan bunda, pengalaman bunda jika tak sempat bunda bagi kepadamu.
Semoga bunda bisa mendampingimu hingga nanti mendapatkan tiket hidup yang lebih panjang dibandingkan Enin Aan.
Bagi Bunda kasih Enin sepanjang masa, Enin tidak hidup didunia namun ia hidup dalam hati dan fikiran bunda...


I Miss U So much